Surabaya (ANTARA News) - Densus 88/Antiteror Polda Jawa Timur, Jumat siang, mengeluarkan surat penahanan bagi Ahmad Basyir warga Jalan Kalimas Madya III, Surabaya yang dituduh memiliki keterlibatan dengan jaringan teroris Noordin Mohd Top. "Ya, bakda Jumatan (sesudah salat Jumat), keluarga Basyir memang baru menerima surat perintah penahanan dari Densus-88/Antiteror Polda Jatim," kata Koordinator Tim Pembela Muslim (TPM) Jatim, Fahmi H Bachmid SH MHum. Namun, katanya, TPM selaku kuasa hukum Basyir hingga kini belum menerima permintaan dari penyidik Densus-88/Antiteror Polda Jatim untuk mendampingi yang bersangkutan, kendati adanya surat perintah penahanan menunjukkan perubahan status Basyir menjadi tersangka. "Artinya, Basyir mungkin belum menjalani pemeriksaan, sebab kalau sudah diperiksa atau proses BAP (berita acara pemeriksaan), maka dia wajib didampingi pengacara. Kalau kami belum diminta mendampingi berarti dia (Basyir) belum diperiksa," katanya. Ketika ditanya posisi keberadaan Basyir saat ini, ia mengaku belum tahu persis. "Saya hanya tahu adanya surat perintah penahanan itu, tapi kalau belum ada informasi apa-apa, ya mungkin saja masih di wilayah Densus-88/Antiteror Polda Jatim untuk kepentingan pendalaman. "Yang jelas, saya sudah meminta kepada Pak Oerip (Kepala Densus-88/Antiteror Polda Jatim Kombes Pol Oerip Subagyo) untuk memberi kesempatan keluarganya guna membesuk jika memang Basyir sudah ditetapkan sebagai tersangka," katanya. Masalahnya, katanya, dirinya sudah berkali-kali menerima pernyataan dari keluarga untuk membesuk Ahmad Basyir. "Keluarganya benar-benar ingin ketemu, mereka mungkin ingin mengetahui kesehatan dan kabar yang langsung dari mulut Basyir," katanya. ANTARA mencatat Ahmad Basyir asal Kalimas Madya III, Surabaya merupakan orang yang diduga teroris yang ditangkap Densus-88/Antiteror Polda Jatim untuk pertama kalinya pada 3 Maret lalu. Basyir ditangkap petugas Densus-88/Antiteror sesaat usai shalat Jumat di Musholla "An-Nur" yang tak jauh dari rumahnya (3/3), kemudian langsung dibawa pergi. Beberapa saat sesudahnya, petugas Densus-88/Antiteror Polda Jatim datang membawa surat penggeledahan. Dalam penggeledahan di kamar Basir, polisi yang mengendarai mobil Kijang itu mengambil sebuah tas, lalu pergi. Basyir ditangkap dengan SP.Kap/14/III/2006/Den-88 tertanggal 3 Maret 2006 yang ditandatangani Kombes Pol Oerip Subagyo. Setelah itu, Densus-88/Antiteror Polda Jatim menangkap seorang lagi yang diduga teroris yakni Ahmad Arif Hermansyah, warga Tuwowo Rejo V, Surabaya, pada 5 Maret lalu dengan SP.Kap/11/III/2006/Den-88 tertanggal 5 Maret 2006. Arif yang ahli komputer itu ditangkap pada Minggu (5/3), saat hendak pulang mengendarai sepeda motor dari kawasan Aloha-Waru (Sidoarjo) ke Tuwowo Rejo V, Surabaya Utara. Dalam surat penangkapan itu, mereka disangka melanggar UU Antiterorisme 15/2003, termasuk pasal 13 a dan b, yang mempidanakan siapa saja yang dianggap mengetahui adanya tindak pidana terorisme dan mereka yang dianggap menyembunyikan secara fisik atau menyembunyikan informasi soal terorisme. "Kalau Arif Hermansyah hingga kini belum ada surat perintah penahanan, sehingga statusnya belum berubah menjadi tersangka. Penyidik memang punya hak untuk mengembangkan kasusnya selama 7x24 jam untuk menetapkan sebagai tersangka," kata Fahmi. Ia berharap Arif tidak terbukti bersalah, sehingga tidak sampai menjadi tersangka. "Kalau tak terbukti ya lepaskan. Saya kira penyidik lebih baik menangkap Noordin Mohd Top saja, jangan menangkap orang-orang yang hanya tahu, mendengar, dan tak benar-benar bersalah," katanya.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006