Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Pengamat politik yang juga dosen Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Jember Dr. Muhammad Iqbal mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo perlu melibatkan komunikasi bilateral baik dengan Joe Biden (Amerika), Boris Johnson (Inggris), bahkan Xi Jinping (Tiongkok) dalam misi perdamaian Ukraina--Rusia.

"Pasalnya, jika sekadar membuka ruang negosiasi dengan hanya kepada Presiden Vladimir Putin dan Volodymyr Zelensky, maka akar akut persoalan Rusia dan Ukraina amat sulit terurai," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu.

Menurutnya Presiden Jokowi bertandang ke Ukraina dan Rusia membawa misi perdamaian dan upaya mengatasi ancaman krisis pangan serta mendorong dunia peduli pada masa depan energi bersih.

"Perang Rusia dan Ukraina memang berdampak besar menciptakan krisis pangan dan energi global, bahkan memicu resesi ekonomi dunia dengan banyaknya negara mengalami hiperinflasi dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan bahkan minus," tuturnya.

Ia mengatakan misi Presiden Jokowi untuk mendamaikan Presiden Vladimir Putin dan Volodymyr Zelesnky sejati-nya tidak mudah, namun hal itu sangat patut diapresiasi.

Baca juga: Presiden: RI memulai misi perdamaian dengan niat baik

Baca juga: Pakar: Kunjungan Jokowi ke Ukraina-Rusia dapat redam dampak konflik


"Posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 dan politik bebas aktif Indonesia sebagai negara nonblok menurut saya sedang dijalankan oleh Jokowi. Tentu upaya strategis itu sepantasnya kita apresiasi tinggi," ujarnya.

Pakar komunikasi Universitas Jember itu menilai langkah Jokowi tersebut sangat tidak mudah untuk membuahkan hasil yang maksimal jika tidak ada komunikasi perdamaian yang intensif juga melibatkan Amerika dan Inggris (NATO).

"Termasuk melibatkan Tiongkok sebagai proxy keseimbangan geopolitik negara superpower. Tantangan misi perdamaian Jokowi sungguh sangatlah tidak mudah," ucap dosen yang biasa dipanggil Cak Iqbal itu.

Ia mengatakan invasi Rusia ke Ukraina sejati-nya bermula dari gencar-nya kepentingan ekspansi teritori North Atlantic Treaty Organization atau organisasi pertahanan atlantik utara (NATO) memperluas sampai ke Ukraina. Inggris pun terus intensif mendorong Finlandia dan Swedia juga bergabung ke NATO.

"Tentu hasrat ekspansionis NATO itu dinilai Putin sangat mengancam keamanan kedaulatan Rusia. Pesan ultimatum Putin sejak 2008 kepada NATO sangat lugas yakni setop, jangan paksa Ukraina gabung ke NATO. Ketika ultimatum itu diabaikan NATO maka pecahlah perang Rusia ke Ukraina," ujarnya.

Cak Iqbal menjelaskan kepentingan nasional RI dalam misi perdamaian Rusia-Ukraina sudah jelas terbaca bahwa Presiden Jokowi hendak menorehkan legasi atas posisi strategis Indonesia sebagai Presidensi G20 untuk menciptakan perdamaian dunia.

Baca juga: KSP: Keakraban Jokowi dan pemimpin G7 beri optimisme perdamaian dunia

Legasi Jokowi itu tentu masih harus dibuktikan dengan sekurangnya empat hal yakni pertama, pada KTT G20 di Bali nanti, sekurangnya Amerika, Inggris, Uni Eropa, Rusia, dan Tiongkok hadir.

Kemudian kedua, Rusia bersepakat mengakhiri perang dan semua sanksi Barat kepada Rusia dicabut. Ketiga, NATO menghentikan ekspansi teritori ke Ukraina, Finlandia dan Swedia.

"Keempat, Rusia dan Ukraina bersepakat menormalkan pasokan pangan dan energi dunia. Apabila empat hal krusial itu tak tercapai, maka legasi misi damai Jokowi baru sebatas upaya artifisial semata," katanya.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022