Bandung (ANTARA) -
Hasil survei Lembaga Data Analyst Consultant & Strategic Publik Management IDM Strategic menyebutkan kinerja Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam penanganan pandemi COVID-19  memuaskan publik.

Peneliti Senior IDM Strategic Gilang Mahesa dalam keterangan persnya, Jumat, mengungkapkan hasil pengukuran indeks persepsi publik yang dilakukan di 27 kota/kabupaten pada rentang waktu 17 Mei 2022 hingga 1 Juni 2022 menghasilkan sejumlah temuan pokok dan analisis.

Salah satunya, kata Gilang, ialah indeks kepercayaan publik terhadap kinerja Pemprov Jabar dalam menjalankan kebijakan Pemerintah Pusat dan membuat langkah-langkah kebijakan dalam mengatasi pandemi COVID-19 dengan menghasilkan angka 3,43 atau dapat dipersepsikan sebagai cukup memuaskan dengan tingkat kepuasan di angka 72,5 persen.

Kepercayaan publik itu, menurut Gilang, meliputi kinerja Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Pemprov Jabar terkait dengan vaksinasi COVID-19, libur Lebaran, pembukaan kembali sekolah dan pelonggaran aktivitas sosial ekonomi, serta penerapan protokol kesehatan.

Gilang menambahkan dalam hasil survei indeks persepsi publik terkait kondisi Pandemi COVID-19 di Jawa Barat juga diketahui bahwa telah terjadi proses penurunan intensitas, frekuensi, dan interes publik terhadap konsumsi informasi yang terkait dengan pandemi COVID-19

Penurunan ini terjadi juga dengan intensitas, frekuensi dan interes/minat dari elemen pemerintahan dalam melakukan komunikasi terkait dengan pandemi COVID-19.

Tidak terlalu peduli
 
Nilai indeks persepsi informasi dan komunikasi terkait dengan pandemi COVID-19 berada pada angka 2,83, yang menurut Gilang, dapat diartikan bahwa publik berada pada kondisi sudah tidak terlalu peduli dengan informasi dan komunikasi soal pandemi COVID-19.
 
"Kemudian temuan pokok ketiga, pengukuran menemukan, walaupun secara pendapatan ekonomi, publik mempersepsikan mulai mengalami kenaikan seiring dengan mulai berputarnya kembali aktivitas ekonomi, kondisi ekonomi secara keseluruhan masih cukup terdampak dan belum cukup membaik," kata Gilang.

Hal itu, lanjut Gilang ditandai dengan semakin naiknya beban pengeluaran publik dalam tiga bulan terakhir, akan tetapi daya beli publik terhadap kebutuhan utama dan beberapa kebutuhan sekundernya tersebut mengalami penurunan.

Dia mengatakan pengukuran juga menemukan kondisi jaring pengaman ekonomi makin menipis, dilihat dari respons responden terhadap indikator tabungan, bantuan sosial yang makin menurun, dan naiknya beban utang serta keharusan responden untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan tambahan.

Semua kondisi tersebut mendorong angka indeks ekonomi berada pada nilai 2,65 yang artinya masih cukup terdampak.

Temuan survei keempat, responden mempersepsikan pelonggaran kebijakan terkait dengan pelaksanaan protokol kesehatan telah menyebabkan penurunan kedisiplinan, terutama yang terkait dengan penggunaan masker dan pembatasan mobilisasi.

Hal ini menyebabkan indeks kewaspadaan pandemi turun berada pada angka 2,95 yang artinya makin tidak waspada.

Menurut Gilang, penurunan indeks kewaspadaan ini bisa jadi salah satu indikasi penyebab dari naiknya kembali angka kasus pada akhir-akhir bulan Juni ini.

Hal yang cukup positif dari pengukuran indeks kewaspadaan ini adalah persepsi responden yang menyatakan bahwa publik sudah jauh lebih rileks dan tenang menghadapi kondisi pandemi.

"Ada dua hal yang mempengaruhi kondisi tersebut yaitu responden mempersepsikan bahwa publik memiliki pengetahuan yang cukup baik dalam menghadapi situasi pandemi dan pengaruh dari capaian vaksinasi yang cukup baik di Jawa Barat terutama untuk vaksinasi lengkap dua dosis," katanya.

 
 

Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2022