Den Haag (ANTARA News) - Mantan Presiden Yugoslavia Slobodan Milosevic diduga keras telah menelan obat-obatan yang justru memperparah sakitnya, hingga akhirnya ia ditemukan tewas di tempat tidur selnya di unit penjara PBB, demikian laporan tim ahli asal Belanda menyebutkan. Kematian Milosevic (64), yang terjadi tepat beberapa bulan sebelum putusan pengadilan atas kasus kejahatan perang yang dituduhkan kepadanya itu, mengundang kontroversi tersendiri. Reuters memberitakan Pemerintah Rusia telah menyatakan rasa ketidakpercayaannya terhadap pengadilan di Den Haag, Belanda, untuk memberi izin bagi tim dokter untuk mencari tahu secara pasti sebab-sebab kematian Milosevic. Donald Uges, seorang ahli toksikologi asal Universitas Groningen, memperkirakan Milosevic sadar betul bahwa ia tengah mengkonsumsi obat-obatan yang berbahaya. Aksinya itu tak lain bertujuan agar ia mendapatkan izin berobat ke Rusia, negeri di mana istri, anak, dan saudaranya tinggal. "Saya rasa Milosevic tidak berniat bunuh diri - tapi cuma agar ia bisa terbang ke Moscow ... Di sanalah teman serta keluarganya berada. Saya rasa itu satu-satunya cara Milosevic kabur dari Den Haag," kata Uges, "Saya juga sangat yakin tidak ada aksi pembunuhan dalam peristiwa ini." Menurut Uges, ia telah melakukan pengujian terhadap sampel darah Milosevic pada dua pekan lalu. Hasilnya menunjukkan jejak rifampicin - sebuah obat yang lazim digunakan untuk penyakit kusta dan TBC - yang menetralkan obat-obat lain. Dugaan Diracuni Berdasarkan hasil otopsi awal, Milosevic ditengarai tewas akibat serangan jantung, namun kala itu hasil tes racun belum rampung dilaksanakan. Meskipun otopsi dilakukan oleh para ahli Belanda dan Serbia, Menteri Luar Negeri Rusia menyebutkan Moscow tidak percaya akan hasil otopsi itu dan berencana untuk menempatkan tim Rusia untuk menguji jenasah Milosevic. Pada bulan lalu, terdakwa kasus pembantaian etnis itu batal terbang ke Moskow karena permohonan izin pengobatannya ditolak oleh pengadilan Den Haag. Pengacara Milosevic, masih menurut Reuters, menyebutkan bahwa kliennya sempat ketakutan diracun oleh pihak-pihak tertentu supaya ia tidak "bernyanyi". Milosevic juga disebut-sebut telah mengirim surat permintaan tolong ke Moscow sehari sebelum ditemukan tewas. "Masalah intinya sekarang adalah Milosevic tidak diberikan perawatan medis yang memadai," kata si pengacara. Nada serupa juga dilancarkan oleh Mira, istri Milosevic. Ketika diwawancara oleh harian Belgrade, "Verenje Novosti", Mira menuding suaminya telah "dibunuh oleh Pengadilan Den Haag". "Slobodan bekerja terlalu keras ... hampir tiap hari tanpa istirahat, makan makanan yang jelek, dan tidak banyak mendapat udara segar ... Ia memang telah lama sakit dan semakin parah," kata dia. Milosevic, yang juga dikenal dengan istilah "Penjagal dari Balkan", telah menjalani sidang sejak empat tahun lalu atas 66 tuduhan antara lain pembantaian etnis, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan perang di Bosnia, Kroasia, dan Kosovo sehingga Yugoslavia pecah pada tahun 1990-an, demikian Reuters.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006