Banda Aceh, (ANTARA News) - Pemerintah dan aparat penegak hukum diminta bertindak tegas terhadap aksi perambahan hutan (illegal logging) yang dilaporkan masih terjadi di beberapa titik di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Pemerintah harus tegas bertindak, karena semua kita sudah bertekad untuk memberantas aksi perambahan hutan. Tindakan tegas tidak terkecuali bagi siapapun yang terbukti merambah hutan secara liar," kata Ketua DPRD Provinsi NAD, Sayed Fuad Zakaria, kepada ANTARA di Banda Aceh, Rabu (15/3). Usai mengikuti sidang paripurna DPRD NAD, ia menegaskan upaya pemberantasan perambahan hutan yang gencar dikampanyekan Pemerintah, termasuk di provinsi berjuluk Serambi Mekah ini harus benar-benar konsisten dalam pelaksanaannya di lapangan. "Kita tidak bisa main-main dalam menegakkan aturan hukum. Sikap tegas pemerintah untuk mencegah illegal logging itu harus dibuktikan di lapangan. Siapapun yang terlibat harus dikenakan sanksi hukum," tambahnya. Sayed juga menegaskan tidak ada alasan bagi setiap orang berlindung di balik kebutuhan kayu untuk proses rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca bencana alam gempa dan tsunami dengan membabat hutan-hutan secara serampangan di daerah ini. "Sangat berbahaya dan merugikan jika untuk kebutuhan rekonstruksi dan rehabilitasi di Aceh itu dengan menggunakan kayu illegal logging, karena selain merugikan daerah juga merusak kelestarian hutan Aceh," tambah dia. Ia juga minta bantuan aparat keamanan dalam upaya mencegah upaya pembalakan hutan secara liar di Aceh. "Kita minta aparat keamanan dapat mengawasi peredaran kayu illegal di Aceh, jika terbukti para pelakunya harus diproses secara hukum yang berlaku di Tanah Air ini," tambahnya. Di pihak lain, Sayed Fuad juga menyatakan kebijakan Departemen Kehutanan yang merencanakan untuk membuka kembali delapan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di NAD itu belum pernah berkoodinasi dengan legislatif di Aceh. "Kami hanya mendengar rencana delapan HPH akan beroperasi di Aceh, namun Depertemen Kehutanan hingga kini belum berkoordinasi dengan DPRD NAD," jelasnya. Menurut Sayed, seharusnya Departemen Kehutanan tidak perlu memberi izin kepada delapan HPH untuk beroperasi di Aceh. "Kalau perizinan operasi HPH untuk menutupi kebutuhan kayu bagi rekonstruksi dan rehabilitasi Aceh maka tidak perlu memberikan izin kepada delapan HPH, tetapi cukup dengan dua HPH saja, karena akan sulit mengontrol operasional dari HPH-HPH tersebut," kata dia.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006