Jakarta (ANTARA News) - Indonesia akan menjajaki kemungkinan penerapan kembali sistem electronic devices (Elvis) untuk tekstil dan produk tekstil (TPT) dengan Badan Kepabeanan AS (US Custom) untuk menanggulangi terjadinya transshipment. "Kita akan jajaki antara Bea Cukai kita dan mereka (AS), apakah bisa dikembalikan ke Elvis lagi," kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, di Jakarta, Rabu. Elvis adalah sistem pemantauan ekspor dari negara asal hingga masuknya barang ke negara tujuan. Sistem tersebut diterapkan setelah adanya pembatasan kuota atas produk tertentu. Penerapan Elvis antara US Custom dengan Bea Cukai Indonesia berakhir setelah pembatasan kuota dihentikan awal 2005. Menurut Mari, Indonesia sejak tahun lalu telah berupaya mencegah terjadinya transshipment namun ia mengaku masih mempelajari tuduhan transshipment kepada Indonesia. "Sebelum menindak atau memberi sanksi kepada siapapun, kami telah mempunyai action plan untuk memperketat SKA (surat keterangan asal)," katanya. Pemerintah sejak November 2005 telah membatasi jumlah dinas yang bisa memberikan SKA, yaitu dari 193 dinas menjadi hanya 84 dinas. Khusus untuk TPT dan udang hanya 14 dinas yang berwenang mengeluarkan SKA. "Hari ini (Rabu 15/3), Dirjen Daglu kami bertemu dengan seluruh kepala dinas dari Indonesia bagian barat untuk membahas mengenai SKA ini," katanya. Selain itu, Depdag dan DKP juga akan melakukan sosialisasi besar-besaran mengenai SKA karena diperkirakan telah terjadi salah pengertian mengenai bahan baku dan proses produksi. "Dimasak atau dibungkus, menurut kita itu sudah diproses (udang--red). Tapi menurut AS, itu belum diproses," katanya. Salah satu persyaratan ekspor AS yang masih perlu dipahami, kata Mari, adalah istilah substantial tranformation. "Pengertian itu harus dipahami. Untuk tekstil juga harus dipelajari apa yang harus dilakukan," katanya.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006