Jakarta (ANTARA) - Ketua I Bidang Pembinaan Karakter Keluarga TP PKK Provinsi Jawa Barat Lina Marlina Ruzhan mengatakan perempuan memiliki peran signifikan sebagai penggerak kesehatan di lingkungan keluarga untuk membantu upaya pemerintah dalam pencegahan stunting.

“Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, peran perempuan tentu saja sangat makin signifikan terutama sebagai penggerak kesehatan di lingkungan keluarga sebagai unit terkecil,” kata Lina dalam konferensi pers virtual, Selasa.

Dalam konteks wilayah Jawa Barat, ia mencatat bahwa hampir setengah dari total 50 juta jiwa penduduk di provinsi tersebut didominasi oleh perempuan. Mengingat populasi perempuan yang tinggi, menurut Lina, maka tak heran perempuan dituntut berperan aktif untuk bisa mengatasi masalah gizi, terutama stunting, di provinsi tersebut.

“Indonesia diproyeksikan mencapai puncak pertumbuhan penduduk produktif atau bonus demografi pada 2045. Namun bonus demografi ini tidak akan berguna atau bahkan akan menjadi beban jika tingginya prevalensi balita stunting tidak diperbaiki mulai saat ini,” kata Lina.

Baca juga: Kemenkes: e-PPGBM bantu audit kasus stunting berjalan maksimal

Berdasarkan data statistik yang ia himpun, Lina menyebutkan bahwa pada tahun lalu provinsi Jawa Barat berhasil menurunkan angka stunting sebanyak 1,71 persen di angka 24,50 persen. Walau demikian, angka tersebut berarti masih mengindikasikan sekitar dua hingga tiga anak dari setiap 10 anak di Jawa Barat mengalami stunting.

Lina juga menyebutkan terdapat empat wilayah dengan angka prevalensi stunting di atas 30 persen dari 27 kota/kabupaten di Jawa Barat, antara lain Kabupaten Garut, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, dan Kota Cirebon.

Ia mengatakan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) sendiri merupakan salah satu garda terdepan dalam percepatan penurunan stunting yang diupayakan pemerintah. Hal tersebut selaras dengan amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Komitmen lain yang ditunjukkan pemerintah juga termasuk memposisikan kader Tim Pendamping Keluarga (TPK) sebagai ujung tombak percepatan penurunan stunting, sejalan dengan Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024.

Menurut Lina, upaya pencegahan stunting membutuhkan keterpaduan penyelenggaraan intervensi gizi pada lokasi dan kelompok sasaran prioritas rumah tangga terkait pentingnya memperhatikan masa seribu pertama kehidupan anak.

Lina mengatakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat bersama PKK setempat telah membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dalam rangka mewujudkan target tercapainya zero stunting pada 2023 mendatang.

Bekerja sama dengan BKKBN, Lina menyebutkan PKK Jawa Barat mampu menurunkan 1,4 juta kader untuk mendampingi keluarga dengan memberikan edukasi dan pemahaman secara masif tentang pola asuh, pola makan, dan sanitasi.

“Upaya lain yang dilakukan adalah dengan menggandeng 52 ribu posyandu yang akan menjadi garda terdepan penurunan stunting. Posyandu Jabar tersebar luar biasa, salah satu upayanya adalah dengan penambahan meja di posyandu yang khusus untuk menangani permasalahan stunting,” katanya.

Baca juga: Kalbe bantu turunkan "stunting" di Banten

Baca juga: BKKBN: Sarapan hingga batasi kafein bantu ibu cegah kekerdilan anak

Baca juga: BKKBN: BOKB dan MPASI perlambat turunnya angka kekerdilan

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © ANTARA 2022