Jakarta (ANTARA) - Indonesia dipilih sebagai salah satu lokasi awal aktivasi Women’s Digital Financial Inclusion (WDFI) Advocacy Hub, sebuah koalisi global untuk mengakselerasi aksi kolektif guna meningkatkan inklusi keuangan digital bagi perempuan.

Koalisi yang diluncurkan oleh Women’s World Banking dan UN Capital Development Fund itu bertujuan menutup kesenjangan gender dalam akses ke teknologi digital, keterampilan, dan produk keuangan digital bagi perempuan pengusaha, khususnya di negara-negara berkembang, seperti Indonesia.

“Tiga perempat dari satu miliar perempuan di seluruh dunia tidak mendapatkan akses ke sistem keuangan formal,” kata Presiden dan CEO Women’s World Banking Mary Ellen Iskenderian dalam keterangan WDFI Advocacy Hub yang diterima di Jakarta, Kamis.

Baca juga: OJK: PDB RI 2030 bisa mencapai Rp24.000 triliun dengan ekonomi digital

Terpilihnya Indonesia sejalan dengan Presidensi G20 di mana pertumbuhan ekonomi digital menjadi fokus bahasan penting. Sebanyak 37 juta pelaku UMKM perempuan sebagai kekuatan penggerak perekonomian perlu difasilitasi untuk mendapatkan akses setara ke teknologi, keterampilan, dan layanan keuangan digital.

“Bayangkan sebuah skenario di mana para perempuan itu punya peluang yang sama untuk mengakses teknologi, keterampilan, dan layanan keuangan. WDFI Advocacy Hub adalah platform kolaborasi global dengan terobosan-terobosan baru yang memungkinkan skenario tersebut menjadi kenyataan sekaligus menutup kesenjangan inklusi keuangan,” ujarnya.

Peluncuran WDFI Advocacy Hub dilakukan tak lama setelah rilis World Bank Global Findex 2021 yang menunjukkan kesenjangan yang senantiasa terjadi dalam akses keuangan untuk kelompok yang kurang terlayani antara lain perempuan, kaum miskin dan mereka yang berada di luar angkatan kerja.

Sementara itu data Global Gender Gap Report 2022 menyebutkan paritas gender belum pulih dan perlu 132 tahun lagi untuk menutup kesenjangan gender global. Saat krisis semakin parah, tenaga kerja perempuan akan terdampak dan risiko kemunduran kesetaraan gender global semakin meningkat.

“Perempuan pengusaha sangat membutuhkan akses yang setara ke teknologi digital dan layanan keuangan digital, serta pelatihan keterampilan dan kepercayaan diri untuk menggunakan keduanya secara maksimal,” tutur Iskenderian.

Baca juga: OJK jaga iklim kondusif untuk perbankan lakukan transformasi digital

WDFI Advocacy Hub memiliki dua komponen yang saling terkait. Pertama, koalisi lokal di Indonesia dan Ethiopia yang terdiri dari masyarakat sipil, organisasi sektor publik dan swasta yang akan mengadvokasi isu-isu inklusi keuangan digital perempuan prioritas di pasar mereka. Kedua, Global Advocacy Hub yang akan mendorong advokasi global yang terkoordinasi.

Prioritas pertama WDFI Advocacy Hub adalah membangun koalisi global yang beragam dan menggandeng mitra-mitra baru dalam beberapa pekan mendatang.

Executive Secretary United Nations Capital Development Fund, Preeti Sinha menyampaikan bahwa seiring upaya dunia untuk pulih dari pandemi COVID-19, sudah seharusnya inklusi keuangan digital menjadi prioritas mendasar bagi para penentu kebijakan nasional, regional, dan global.

“Jumlah perempuan yang tertinggal dalam transisi ke ekonomi digital ini terlalu banyak. Kami melihat banyak peluang untuk mengakselerasi perubahan dan memastikan perempuan dapat ikut dalam laju transisi dunia,” ucapnya.

Indonesia dan Ethiopia dipilih sebagai dua negara pada tahap yang berbeda dari evolusi inklusi keuangan digital. Di Indonesia, dalam kaitannya dengan Presidensi G20, ada fokus pada pertumbuhan ekonomi digital. Dengan 37 juta pelaku UMKM perempuan di Indonesia, peluang untuk menggerakkan perekonomian sangat besar. Kedua negara tersebut, dinilai, hanya perlu memiliki akses yang setara ke teknologi, keterampilan, dan layanan keuangan digital.

Baca juga: Wamenkeu terus kerja sama dengan OJK tingkatkan inklusi keuangan

Menurut data Global Findex terkini, Indonesia memiliki kesenjangan gender yang sedikit terbalik dibandingkan situasi global, yaitu 52,3 persen perempuan memiliki rekening bank, sedikit lebih besar dibandingkan pria (51,2 persen). Namun, pemegang akun pria tumbuh lebih cepat sepanjang 2017-2021 dibandingkan perempuan. Jika data tersebut diterjemahkan ke populasi, ada sekitar 49 juta (47,7 persen) perempuan yang tidak memiliki rekening bank dan 9 juta (8,9 persen) perempuan yang memiliki rekening bank tidak aktif.

Advocacy Hub dan koalisi lokal akan memberikan advokasi kebijakan dan praktik inklusi keuangan digital untuk mendukung UMKM milik perempuan, dengan fokus utama pada pengusaha mikro. Kebijakan dan praktik tersebut dapat meningkatkan akses ke teknologi, keterampilan, maupun layanan keuangan digital. Adapun Koalisi lokal WDFI Advocacy Hub di Indonesia bermitra dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

 

Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Nusarina Yuliastuti
COPYRIGHT © ANTARA 2022