Jakarta (ANTARA News) - Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) setuju Perusahaan Listrik Negara (PLN) mendapat tambahan subsidi dari sisa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2005 untuk menutup kebutuhan perusahaan pelat merah itu. "Kami setuju dengan pemberian subsidi tambahan itu karena dengan demikian pemerintah tidak perlu menaikkan tarif dasar listrik (TDL)," kata Ketua Umum DPP KNPI Hasanudin Yusuf kepada pers di Jakarta, Jumat. KNPI sendiri meminta pemerintah tidak menambah beban masyarakat dengan menaikkan TDL setelah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dua kali dalam tahun 2005 dan merekomendasikan untuk menunda rencana tersebut. Menurut Hasanudin, pemberian tambahan subsidi yang diambil dari sisa anggaran APBN 2005 untuk menghindari kenaikan TDL sama sekali bukan berarti memanjakan masyarakat, namun sekedar memberi kesempatan agar masyarakat bisa bernafas. Ia menjelaskan, sisa APBN 2005 sebesar Rp56 triliun sementara hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan kebutuhan subsidi listrik pada 2006 sebesar 27,2 triliun. Alokasi subsisi APBN 2006 untuk PLN sebesar Rp7 triliun sehingga kekurangannya tinggal Rp10,2 triliun. Dikatakannya, mengacu pada UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan penambahan subsidi tersebut sama sekali tidak menyimpang. Apalagi dalam salah satu pasal UU itu disebutkan bahwa dalam menetapkan harga jual listrik harus memperhatikan kepentingan dan kemampuan masyarakat. "Jadi, mengacu pada undang-undang subsidi total kepada PLN menjadi kewajiban pemerintah," katanya. Untuk ke depan, KNPI merekomendasikan agar pemerintah mencari alternatif lain untuk menunjang operasional PLN selain menaikkan TDL. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah subsidi silang PLN dengan Pertamina, di samping perlu juga dilakukan audit efisiensi kinerja PLN. "Kalau kebutuhan solar PLN dipenuhi oleh Pertamina kan lumayan. Hanya kantong kiri, kantong kanan," kata Hasanudin seraya menyebutkan saat ini pemerintah memiliki tagihan terhadap Pertamina atas penjualan minyak mentah sebesar Rp5,5 triliun.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006