Makassar (ANTARA) - Krisis iklim sama dengan krisis hak anak di masa sekarang dan mendatang, kata CEO Save the Children Indonesia Selina Patta Sumbung pada diskusi media yang digelar dalam rangka Hari Anak Nasional.

"Bagi Save the Children, krisis iklim sama dengan krisis hak anak," ujar Selina pada Diskusi Media Hari Anak dan Dampak Krisis Iklim: Refleksi Pemenuhan Hak yang Mendorong Resiliensi Anak dan Keluarga yang diikuti secara virtual dari Makassar, Jumat.

"Sehingga penting menuangkan suara anak pada pembahasan krisis iklim atau mengutamakan suara anak dan mengadopsinya menjadi program," kata Selina.

Save the Children Indonesia mendorong pentingnya pemenuhan hak-hak anak yang berfokus pada membangun ketahanan atau resiliensi anak dan keluarga, terutama mereka yang paling terdampak situasi buruk krisis iklim dan pandemi COVID-19.

Hal tersebut sejalan tema Hari Anak Nasional 2022, "Anak Terlindungi, Indonesia Maju", juga menggambarkan tentang pentingnya upaya pemulihan pasca pandemi dan membangun ketangguhan anak.

Tanggal 23 Juli, setiap tahunnya Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN), momentum ini tidak hanya sekadar perayaan hak-hak anak, tetapi juga menjadi waktu yang tepat untuk refleksi dan evaluasi tentang capaian dan tantangan upaya pemenuhan hak anak di Indonesia.
Baca juga: PBB tetapkan standar lebih ketat untuk aksi iklim perusahaan
Baca juga: Indonesia ajak negara-negara ekonomi besar atasi krisis global



Langkah ini dilakukan secara strategis dengan menyelenggarakan Pekan Berpihak Pada Anak yang dilaksanakan pada 22-28 Juli 2022.

Rangkaian acara ini bertujuan menyuarakan langkah-langkah adaptasi dan mitigasi yang telah dilakukan oleh Save the Children Indonesia bersama berbagai mitra, anak, dan orang muda, dalam membangun ketahanan anak, terutama yang paling terdampak krisis iklim.

Selina menyebut bahwa anak-anak yang lahir pada 2030 mendatang terancam terdampak krisis iklim. Mereka berisiko tiga kali menghadapi banjir luapan sungai, kebakaran hutan, kekeringan dan tujuh kali gelombang panas.

"Makanya kami meminta negara melakukan mitigasi dan mekanisme untuk mendorong penggunaan anggaran mengatasi perubahan iklim agar membuat program yang berpihak ke anak," ujarnya lagi.

Krisis iklim mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan anak dalam berbagai bentuk. Di bidang kesehatan, data Kementerian Kesehatan tentang Data dan Informasi Dampak Perubahan Iklim di Sektor Kesehatan 2021 menjelaskan bahwa penyakit yang berkaitan dengan salah satunya perubahan iklim, yaitu diare, pneumonia, infeksi saluran pernapasan akut, serta beberapa masalah gizi seperti stunting dan underweight.

Kemampuan anak dan keluarga untuk beradaptasi dengan dampak krisis iklim juga terbatas, salah satu alasannya karena pengetahuan serta minimnya informasi dan pendampingan dari berbagai pihak.

Untuk itu, penting memprioritaskan peningkatan kapasitas adaptasi anak dan keluarga serta memenuhi kebutuhan paling utama pada keluarga yang paling terdampak.

Child Campaigner-Save the Children Indonesia Kahfi mengatakan anak perlu dilibatkan dalam ruang-ruang diskusi dan dilibatkan dalam pengambilan keputusan agar terwujud kebijakan yang ramah anak dan berpihak pada anak.

“Harapan kami, pemerintah dapat membuka ruang dialog bersama anak agar upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dapat membuahkan keadilan iklim yang ramah anak," katanya pula.
Baca juga: Tangani krisis iklim, kontribusi pemuda di sektor energi diperkuat
Baca juga: Dunia hadapi krisis air bersih dan pangan

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2022