Surabaya (ANTARA News) - Tim Pembela Muslim (TPM) Jawa Timur membantah dua pemuda asal Surabaya, Ahmad Basyir dan Ahmad Arif Hermansyah merupakan "kaki tangan" gembong teroris Noordin Mohd Top sebagaimana dituduhkan Densus-88/Anti Teror Polri. "Arif Hermansyah itu memang kenal dengan Cholily (kaki tangan Noordin Mohd Top yang menginformasikan keberadaan Dr Azahari di Batu, Jatim) sebagai teman, tapi dia nggak tahu kalau Cholily itu `kaki tangan` Noordin," kata koordinator TPM Jatim Fahmi H Bachmid SH MHum kepada ANTARA di Surabaya, Minggu. Oleh karena itu, katanya, Basyir dan Arif Hermansyah tidak seharusnya ditetapkan sebagai tersangka, apalagi sampai ditahan, sebab peran keduanya tidak signifikan, karena mereka bukan "kaki tangan", melainkan teman dari orang yang menjadi "kaki tangan." "Apalagi, keduanya tidak tahu sama sekali jika teman yang dikenalnya merupakan kaki tangan teroris, bahkan Basyir justru tidak terlibat sama sekali dengan pengeboman, sedang Arif Hermansyah memang pernah dititipi sebuah kardus, meski dia juga tidak tahu isi kardus," katanya. Menurut dia, AriF Hermansyah melihat kardus yang dititipkan itu sebagai amanah (pesan yang wajib dilaksanakan) dari seorang ikhwan (saudara). "Masak, dia menerima amanah yang dirinya tidak tahu kok dijadikan tersangka," katanya. Dalam konteks itu, katanya, TPM tidak paham motivasi penetapan status tersangka untuk Basyir dan Arif Hermansyah. "Kalau status tersangka dipaksakan seperti itu justru akan meresahkan umat Islam, karena mereka akan takut bertemu dengan seseorang di masjid," katanya. Ia menilai polisi seharusnya tidak mengejar orang-orang yang tidak ada kaitan sama sekali dengan teror dan pengeboman, melainkan polisi sebaiknya memprioritaskan pengejaran kepada Noordin Mohd Top dan orang-orang yang selama ini benar-benar bersama Noordin Mohd Top seperti Cholily. "Kalau menangkap Basyir dan Arif Hermansyah berarti polisi tidak fokus ke Noordin Mohd Top, sebab kalau memang fokus tentu akan langsung membidik Noordin Mohd Top, orang yang berperan serta dan membawa lari Noordin Mohd Top," katanya. ANTARA mencatat Arif yang ahli komputer ditangkap Densus-88/Antiteror Polda Jatim pada Minggu (5/3), saat hendak pulang mengendarai sepeda motor dari kawasan Aloha-Waru (Sidoarjo) ke rumahnya di Jalan Tuwowo Rejo V, Kenjeran, Surabaya. Selang dua hari sebelumnya, Densus-88/Antiteror Polda Jatim telah menangkap Ahmad Basyir asal Kalimas Madya III, Surabaya sesaat usai shalat Jumat di musholla "An-Nur" yang tak jauh dari rumahnya pada 3 Maret 2006. Hingga kini, TPM Jatim mengetahui posisi kedua pemuda yang disangka teroris itu dari surat penangkapan keduanya yang menyebut UU Antiterorisme 15/2003, termasuk pasal 13 a dan b. Pasal itu mempidanakan siapa saja yang dianggap mengetahui adanya tindak pidana terorisme dan mereka yang dianggap menyembunyikan secara fisik atau menyembunyikan informasi soal terorisme.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006