Jakarta (ANTARA News) - Kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik berdaya 8.000 MW yang akan dibangun pemerintah dalam 2,5 tahun mendatang mencapai 20-25 juta ton per tahun. Juru bicara PT PLN (Persero) Muljo Adji di Jakarta, Minggu mengatakan, pemerintah telah menjamin terpenuhinya pasokan batubara tersebut secara berkelanjutan. "Pemerintah juga tengah memfinalkan aturan yang memprioritaskan pemanfaatan batubara bagi kepentingan domestik," katanya. Sebelumnya, pemerintah menyatakan akan mengeluarkan "crash program" guna mempercepat pembangunan pembangkit batubara dengan total daya 8.000 MW senilai Rp80 triliun dalam 2,5 tahun ke depan. Kebijakan tersebut merupakan salah satu hasil rapat Wapres Jusuf Kalla dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menneg BUMN Sugiharto, dan direksi PT PLN (Persero) di Kantor Pusat PLN Jakarta, Jumat (17/3). Pemerintah akan memberikan dukungan berupa jaminan fasilitas pendanaan investasi baik bagi kepada PLN maupun swasta. Muljo mengatakan, apabila diperlukan, pemerintah juga akan menyiapkan peraturan berbentuk Keppres guna mempercepat proses pembangunan pembangkit batubara tersebut. "Keppres itu juga akan mengatur harga dan jaminan pasokan listrik apabila pembangkit dibangun pihak swasta. Sebab, jangan sampai pasokan listrik ke PLN terhenti hanya dalam 1-2 tahun saja," katanya. Pembangunan pembangkit batubara berdaya 8.000 MW tersebut akan menghemat pemakaian bahan bakar minyak hingga Rp35 triliun. Wapres Jusuf Kalla saat berkunjung ke Pulau Bintan,Kepulauan Riau, Sabtu (18/3) juga mengungkapkan gagasan menarik. Menurut dia, pemerintah akan mengubah kebijakan energinya dari sebelumnya berorientasi ekspor menjadi dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kebutuhan domestik. Jusuf Kalla mengatakan, apabila investor asing ingin mendapatkan pasokan energi baik minyak, gas alam, maupun batubara, maka mereka harus datang dan menanamkan investasi di Indonesia. Mengenai tarif dasar listrik (TDL), Muljo mengatakan, PLN akan menjalankan apapun keputusan pemerintah dan DPR menyangkut TDL. "Setelah diputuskan, barulah PLN melakukan perhitungan," katanya. Pemerintah mengisyaratkan tidak menaikan TDL pada tahun ini dengan menutup seluruh kekurangan subsidi listrik sebesar Rp11,6 triliun. Langkah yang akan diambil adalah menutup setengah kekurangan defisit listrik dengan menambah alokasi subsidi yang dalam APBN 2006 telah ditetapkan sebesar Rp17 triliun. Setengahnya lagi akan ditutupi dari berbagai upaya efisiensi di tubuh PLN. Sejumlah langkah efisiensi yang telah disiapkan PLN pada tahun 2006 antara lain mengurangi pemakaian BBM hingga 1,7 juta kiloliter. Hal itu bisa tercapai dengan masuknya tiga pembangkit batubara yakni PLTU Cilacap, PLTU Tanjung Jati B, dan PLTGU Cilegon dengan daya 2.670 MW. Nilai penghematannya bisa mencapai Rp8,5 triliun dengan asumsi harga solar Rp5.000 per liter. Kedua, penurunan susut jaringan (losses) dari 11,4 persen tahun 2005 menjadi 9,72 dengan nilai penghematan sekitar Rp600 miliar setiap penurunan "losses" satu persen. Langkah ketiga, pengurangan biaya produksi seperti administrasi yang diperkirakan mencapai Rp300 miliar dan menghapus tunggakan pelanggan yang sekarang masih Rp760 miliar. Selain upaya internal tersebut, PLN juga akan terus meminta kepada para pelanggan agar menghemat pemakaian listrik terutama pada saat beban puncak. Pada Senin (20/3) malam, Komisi VII DPR akan melakukan rapat kerja dengan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro guna memutuskan sikap resmi Komisi apakah menyetujui kenaikan TDL atau tidak. Meski secara tersirat, Komisi VII DPR sudah menyatakan penolakannya atas kenaikan TDL, rapat kerja dengan Menteri ESDM itu akan menjadi penguatan agar TDL tidak naik. Selanjutnya, pada Selasa (21/3), direncanakan berlangsung sidang kabinet guna memutuskan naik tidaknya TDL tersebut.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006