Jakarta (ANTARA) -
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Hardiyanto Kenneth meminta Gubernur Jakarta Anies Baswedan serius dalam menangani permasalahan Jakarta, seperti polusi udara hingga resiko tenggelam karena penurunan muka tanah di Ibu Kota.

"Hasilkan solusi konkret, bukan hanya sekedar narasi udara dan angin tak punya KTP sehingga tak hanya diam di satu tempat," kata Kenneth dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Sementara itu, kata dia, berdasarkan data dari laman pengukur kualitas udara IQAir, sejak Jumat (22/7) hingga Senin (25/7) udara di Jakarta tidak dalam kondisi sehat karena indeks pencemaran udara di Ibu Kota berada di angka 121 hingga 124 dan masuk dalam kategori tidak sehat.

Oleh karena itu, dia mendorong agar permasalahan ini menjadi program prioritas dan Pemprov DKI harus berani mengambil langkah yang ekstrem untuk perubahan, seperti pada penanganan polusi udara dengan melakukan pembatasan mobilitas warga kota yang kini kembali meningkat seiring menurunnya kasus COVID-19.

Langkahnya antara lain, lanjut dia, mendorong mekanisme kerja dari rumah (work from home/WFH) sebagai budaya baru sehingga tidak semua pekerja harus ke kantor, pembatasan pergerakan kendaraan pribadi, penerapan jalan berbayar elektronik, hingga e-parking progresif hingga persyaratan uji emisi.

Baca juga: Air tanah dan ancaman Jakarta tenggelam
 
Kemudian, secara intens melakukan pengecekan di sejumlah pabrik atau perusahaan, utamanya yang mempunyai cerobong asap lebih dari satu yang menjadi penyebab buruknya kualitas udara.

"Pak Anies tidak ada terobosan signifikan dalam menyikapi permasalahan polusi udara ini. Tak hanya emisi saja, kendaraan tidak layak juga harus ada sanksi. Pabrik atau perusahaan pelanggar polusi harus ada sanksi," kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta itu.
 
Sementara itu, terkait persoalan penurunan muka tanah, ia meminta agar Pemprov DKI berani menindak tegas para pelaku pengambilan air tanah yang menjadi salah satu penyebab kondisi tersebut.

Juga, memprioritaskan pembangunan akses air bersih agar warga pesisir dan gedung perkantoran tidak lagi menggunakan air tanah.
 
"Jika perlu PAM Jaya gandeng aparat penegak hukum untuk penegakan aturan," katanya.

Baca juga: Kementerian PUPR-Pemda DKI sinergi bangun sistem penyediaan air minum

Sebelumnya, ​​​​​​Pemprov DKI Jakarta melarang penggunaan air tanah mulai 1 Agustus 2023.

Nantinya gedung dengan tinggi lebih dari delapan lantai dengan memiliki luasan lebih dari 5.000 meter persegi tidak diperbolehkan menggunakan air tanah, seperti termaktub dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah.
 
Selain itu, gedung di atas delapan lantai yang daerahnya sudah terdapat layanan air bersih tidak diizinkan lagi untuk memanfaatkan air tanah.

Terakhir, yang sudah dibangun oleh Pemprov DKI adalah instalasi pengolahan air (IPA) hutan kota dengan kapasitas 500 liter per detik.
 
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang Zona Bebas Air Tanah pada 22 Oktober 2021.

Baca juga: Menteri PUPR komitmen bangun tiga SPAM untuk cegah Jakarta tenggelam
 
Pasal 8 ayat 1 peraturan tersebut menyatakan setiap pemilik/pengelola bangunan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilarang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah mulai 1 Agustus 2023 kecuali untuk kegiatan "dewatering".

Dewatering merupakan kegiatan pengontrolan air untuk kepentingan mengeringkan area penggalian yang akan dimanfaatkan sebagai bangunan bawah tanah atau untuk berbagai kepentingan.

Pergub tersebut dikeluarkan karena mempertimbangkan keterbatasan kesediaan air tanah dan penurunan permukaan tanah di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
COPYRIGHT © ANTARA 2022