Surabaya (ANTARA News) - Stop operasi atau mogok yang dilakukan jajaran Organda di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya mulai Senin (20/3) sekitar pukul 00.00 WIB, belum diketahui kapan berakhirnya karena mereka berjanji akan menggelar aksi sampai tuntutan pencabutan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikabulkan. "Sampai kapan kita menggelar, sampai waktu yang belum dapat ditentukan. Kita akan menggelar aksi seperti ini sampai tuntutan kami dikabulkan," Kata Ketua DPC Khusus Organda Tanjung Perak Surabaya, Ali Hasyim, di Surabya, Senin, kepada ANTARA News. Seperti diketahui, aktivitas bongkar muat dan pengangkutan barang di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya sejak Senin dinihari lumpuh menyusul aksi mogok sekitar 3.500 angkutan barang menuntut pencabutan SK Menteri Keuangan Nomor 527/KMK.03/2003 tentang pengenaan PPN atas jasa angkutan barang dan penumpang. Kegiatan pengangkutan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak yang biasanya sangat padat, pagi ini terlihat lengang. Armada angkutan yang terlihat hilir mudik dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak, tampak sepi. Bahkan, ruas jalan tol yang menuju ke Pelabuhan Tanjung Perak kini juga sepi dari armada angkutan peti kemas. Padahal, pada hari-hari normal jalan tol merupakan satu alternatif utama angkutan peti kemas dari dan ke Pelabuhan Tanjung Perak. Meski aktivitas angkutan peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak lumpuh, namun kondisinya relatif aman. Aparat keamanan juga terlihat bersiaga untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yng tidak diinginkan. Ali Hasyim dalam pertemuan dengan masyarakat Pelabuhan Tanjung Perak sebelumnya mengakui bahwa aksi yang dilakukan jajaran Organda akan menyebabkan terganggunya stabilitas perdagangan maupun kegiatan ekspor -impor. Tapi, aksi tetap dilakukan karena pemerintah dinilai tidak peduli terhadap kondisi Organda yang semakin terpuruk dampak kenaikan harga bahan Bakar Minyak (BBM) maupun beban pungutan-pungutan resmi maupun tidak resmi, termasuk PPN sebesar 10 persen. Organda bahkan menuding pemerintah juga arogan, buktinya pemerintah selama ini sepertinya tidak mau mendengar keluhan-keluhan dunia usaha akibat membengkaknya biaya yang harus mereka tanggung. Contohnya, tuntutan pencabutan pengenaan pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diperjuangkan eksportir importir hingga kini tidak mendapatkan sambutan yang memuaskan. Selain itu, pengenaan PPN sebesar 10 persen terhadap jasa kepelabuhanan untuk kapal jalur internasional yang tidak lazim dalam pelayaran internasional. Karena itu, Ali Hasyim meminta pemerintah lebih peduli dengan kondisi sulit yang dihadapi dunia usaha saat ini. "Pemerintah harus mencabut SK Menteri Keuangan Nomor 527/2003 yang memberatkan pelaku usaha," ujarnya. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006