Jakarta (ANTARA) - Sebagai lembaga negara yang memiliki fungsi kepolisian yakni bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, Polri identik dengan sikap tegas, berwibawa, terkadang terlihat arogan, bahkan masih menunjukkan watak militeristik.

Namun tugas polisi tidak hanya penegakan hukum, ada tugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Sebagaimana mandat dalam gerakan Reformasi Kultural Polri, yakni polisi sipil yang berwajah humanis serta demokratif. Mampu memadukan perannya sebagai aparat penegak hukum dan fungsinya yang berhubungan erat dengan masyarakat saling terikat satu dan lainnya.

Di usianya ke-76, Polri berkali-kali diterpa ujian kritik demi kritik menjurus ke lembaga penegak hukum tersebut. Tingginya harapan masyarakat terhadap Koprs Bhayangkara itu menjadikan institusi ini sasaran kritik masyarakat yang kritis atas layanan kepolisian yang dirasa tidak optimal, tidak memenuhi fungsi sebagai pelindung, pengayom dan pelayanan.

Sebut saja tanda pagar percuma lapor polisi, tindak represif Polri menindak pelaku mural “404:Not Found” berwajah mirip Presiden Joko Widodo (Jokowi), pengamanan aksi unjuk rasa dalam kunjungan Presiden Jokowi ke sejumlah daerah, laporan ditolak korban perampokan di Jakarta Timur, hingga aksi anggota polisi todongkan senjata api kepada pengemudi ojek yang membawa senjata tajam.

Sisi-sisi negatif kerap terekspos masif bahkan viral di media sosial, dengan dalih sebagai negara berdemokrasi. Tetapi sisi positif kerap dipandang sebelah mata dengan dogma hal itu sebagai kewajaran yang sudah seharusnya dilakukan. Padahal dalam pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) warga Indonesia diajarkan untuk menghargai dan mengucapkan terima kasih bila menerima batuan, memuji jika seseorang telah melakukan kebaikan, sekecil apapun belajar untuk menghargai.

Jangan sampai landasan demokrasi membuat kita lupa berterima kasih, kepada Wakapolres Tual Kompol Syahrul Awab yang mengamankan bentrok antar dua kelompok pemuda, meski dirinya sendiri adalah korban tertancap panah, atau kepedulian Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menjawab permintaan Sinta Aulia Mualidyah (10), bocah perempuan asal Rembang yang menderita tumor kaki untuk sembuh dan mengejar cita-citanya menjadi seorang polisi wanita (Polwan)

Pada hari puncak peringatan HUT Ke-76 Polri di Akpol Semarang, Selasa (5/7) lalu, Kapolri mengakui bahwa Polri belum sempurna dalam menjalankan tugas dan pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa dan negara.

“Namun kami berjanji bahwa kami akan terus berbenah. Senantiasa peka dan mendengarkan kritik, masukan, saran kepada Polri, meskipun pahit, akan kami jadikan evaluasi untuk mewujudkan transformasi menuju Polri yang Presisi. Agar Polri semakin dekat dan dicintai masyarakat," kata Sigit.

Baca juga: Cerita humanis dari abdi negara bantu arus balik lancar di Lampung

Wajah humanis Polri
Polri terus berupaya mewujudkan transformasi menuju Polri yang Presisi yang merupakan abreviasi dari PREdiktif, responSIbilitas, dan transparanSI berkeadilan. Melalui 16 program prioritas Kapolri.

Program prioritas Kapolri bertujuan menata kelembagaan, perubahan sistem dan metode organisasi menjadi sumber daya manusia (SDM) Polri yang unggul di era police 4.0, perubahan teknologi kepolisian modern, peningkatan kinerja pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, peningkatan kinerja penegakan hukum, pemantapan dukungan Polri dalam penanganan COVID-19, serta pemulihan ekonomi nasional.

Sikap humanis identik dengan keramahan, dan keramahan identik pula dengan peran wanita. Polri tidak hanya diisi oleh polisi laki-laki (Polki) meskipun lembaga penegakan hukum ini menonjolkan tugas bersifat maskulinitas, tetapi wanita pun bisa menyesuaikan, mengisi kebutuhan organisasi menjadi personel Polwan.

Sejarah Polwan dimulai dari tahun 1948, ketika polisi kesulitan melakukan pemeriksaan dalam menangani kasus yang tersangka, saksi atau korbannya adalah perempuan yang membutuhkan pemeriksaan fisik.

Seiring berjalannya waktu peran Polwan sangat dibutuhkan, tidak hanya menjalankan tugas-tugas domestik di organisasi Polri, tetapi juga menjalankan tugas dan fungsi Polri dalam memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan yang humanis.

Namun proporsi perempuan dalam organisasi Polri sempat dikritik oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada ajang Konferensi Polwan Sedunia di Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada akhir 2021 lalu.

Menkeu menyebutkan hanya ada lima persen perempuan di antara 450 ribu personel Polri saat ini. Jumlah tersebut masih di bawah porsi ideal, yakni 30 persen. Tidak hanya dari segi jumlah, karir juga menjadi catatan. Berdasarkan data jumlah personel Polwan pada periode 2019-2021 tercatat setidaknya dari 24.722 personel Polwan, hanya terdapat tiga Polwan yang menjadi perwira tinggi berpangkat Birgadir Jenderal (jenderal bintang satu).

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo berkomitmen mewujudkan kesetaraan gender dalam organisasi Polri dengan menerbitkan Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengarustamaan Gender di Lingkunngan Polri.

Komitmen itu pun ditunjukkan Kapolri dengan menerbitkan lima telegram rahasia (TR), yakni ST/1213/VI/KEP./2022, ST/1214/VI/KEP./2022, ST/1215/VI/KEP./2022, ST/1216/VI/KEP./2022 dan ST/1217/VI/KEP./2022 yang ditandatangani oleh Asisten Kapolri Bidang SDM tertanggal 20 Juni 2022.

Dalam Surat telegram mutasi tersebut, terdapat sejumlah nama Polwan yang mendapat promosi jabatan serta kenaikan pangkat. Salah satunya Brigjen Juansih yang mendapat promosi kenaikan pangkat menjadi jenderal bintang dua (Irjen Pol). Ia juga dipromosikan dalam jabatan sebagai Widyaiswara Kepolisian Utama tingkat I Sespim Lemdiklat Polri.

Kemudian Kombes Pol. Nurul Azizah dipromosikan menjadi Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri menggantikan Kombes Pol Gatot Repli Handoko yang mendapat promosi bintang satu menjadi Kepala Biro Multi Media Divisi Humas Polri. Penunjukan ini menobatkan Nurul Azizah menjadi jubir perempuan pertama di Divisi Humas Polri sepanjang sejarahnya.

Selanjutnya terdapat dua polwan lain di satuan kewilayahan yang mendapat kenaikan pangkat menjadi Kombes Pol, yakni AKBP Siti Nur Imanta yang menjabat Karumtik Tk 2 Bandung Polda Jawa Barat dan AKBP Titik Wahyuningsih sebagai Kepala Bidang Keuangan (Kabidkeu) Banten.

Selain itu, tiga Kombes lain juga dipercaya sebagai kepala bidang di masing-masing wilayahnya, yakni Kombes Endang Sri Wahyu Utami sebagai Kabidkeu Polda Bali, Kombes Heni Kresnowati sebagai Kabidkeu Polda Jawa Barat dan Kombes Yuliani sebagai Kabidkum (Kepala Bidang Hukum) Polda Banten.

"Penempatan polwan di jabatan strategi merupakan komitmen Bapak Kapolri terhadap kesetaraan gender di tubuh Polri,” ujar Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo, Selasa (21/7) lalu.

Baca juga: Telegram Kapolri dan harapan Polri lebih profesional humanis

Harapan Polri lebih humanis
Polri dalam menjalankan tugas dan fungsinya, selain diawasi langsung oleh masyarakat melalui kritikan-kritikannya, juga diawasi oleh pengawasan internal dan eksternal di bawah kendali langsung presiden lewat rekomendasi-rekomendasinya.

Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) selaku pengawas eksternal Polri memiliki catatan tersendiri terkait sikap humanis polisi yang belum tercermin secara utuh sebagaimana tertuang dalam mandat Reformasi Kultural Polri.

Anggota Kompolnas Poengky Indarti saat dikonfirmasi, Senin (25/7), memberikan catatan kritis terkait belum tuntasnya Reformasi Kultural Polri.

Mandat Reformasi Kultural Polri sebagaimana harapan masyarakat adalah untuk menjadi polisi humanis dalam menjalankan tugas-tugasnya. Arahan untuk 3S, yaitu “Senyum, Sapa dan Salam” mulai dilupakan, di lapangan publik melihat polisi-polisi yang kurang ramah, arogan, bahkan masih menunjukkan watak militeristik.

Salah satu problematika dari kondisi ini adalah kurangnya pendidikan untuk bersikap ramah dan melayani. Pola pikir polisi lebih banyak pada penegakan hukum yang mengedepankan ketegasan dan kewibawaan.

“Oleh karena itu perlu ada review (ulasan) dalam pendidikan kepolisian agar membuka pola berfikir lebih condong pada polisi sebagai pelayan, pengayom, pelindung masyarakat. Saya melihat untuk Binmas sudah menunjukkan wajah humanis,” kata Poengky.

Baca juga: Pakar: Kapolri ingin polisi bersikap humanis berantas kejahatan

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2022