Jakarta (ANTARA News) - Terdakwa kasus dugaan korupsi penguasaan hutan negara produksi tanpa ijin, Darianus Lungguk Sitorus diancam hukuman maksimal penjara seumur hidup. Persidangan pertama terhadap DL Sitorus dimulai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, dengan agenda pembacaan dakwaan. Direktur Utama PT Torganda itu dijerat dakwaan berlapis hingga dakwaan keempat dengan berbagai pasal dalam UU No 3 Tahun 1971 dan UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup dan membayar denda maksimal Rp1 miliar. Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang diketuai Jasman Pandjaitan mendakwa DL Sitorus sejak April 1998 dengan tanpa hak dan ijin dari Menteri Kehutanan telah menduduki atau menguasai hutan negara kawasan Hutan Produksi Padang Lawas seluas kurang lebih 80 ribu hektar yang berada di Kecamatan Simangambat, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Lahan 80 ribu hektar yang dituduh diduduki oleh terdakwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No 923/Kpts/Um/12/1982 tanggal 27 Desember 1982 ditunjuk sebagai areal hutan di Sumatera Utara yang menurut pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) No 28 Tahun 1985 tidak boleh diduduki tanpa ijin dari Menteri Kehutanan. Terdakwa bersama dengan beberapa warga tanpa dasar hukum dan tidak memiliki kewenangan telah menyatakan bahwa Kawasan Hutan Produksi Padang Lawas tersebut adalah tanah ulayat yang diserahkan kepada terdakwa dengan cara ganti rugi sejumlah uang dan seolah-olah penyerahan kawasan itu bertujuan memajukan usaha perkebunan atau pembudidayaan kelapa sawit serta untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat, padahal hanya untuk kepentingan usaha terdakwa. Sebelum hutan kawasan produksi itu diubah fungsinya menjadi perkebunan kelapa sawit, terdakwa terlebih dahulu membentuk dan mendirikan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan dengan maksud untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan. Namun, terdakwa sama sekali tidak terlibat dalam susunan pengurus koperasi. Setelah KPKS terbentuk, terdakwa kemudian seolah-olah menyerahkan hutan produksi seluas 80 ribu hektar itu untuk dikerjakan dengan pola "bapak angkat" dengan terdakwa sebagai penyandang dana. "Pendirian koperasi serta penyerahan hutan adalah atas inisiatif terdakwa. Itu dilakukan agar segala tanggungjawab dan akibat yang ditimbulkan dilimpahkan kepada koperasi. Padahal, penyerahan hutan negara kepada koperasi adalah untuk kepentingan dan keuntungan terdakwa serta perusahaannya," tutur JPU Jasman. Perbuatan terdakwa itu, menurut JPU, merugikan keuangan negara cq Departemen Kehutanan hingga Rp1,5 triliun di antaranya kerugian atas hilangnya tegakan yang besarnya antara 1.655 dolar AS per hektar sehingga secara keseluruhan berjumlah Rp579,3 miliar. Kerugian juga diakibatkan akibat hilangnya perolehan Pembiayaan Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) yang tidak dibayar sejumlah RP138,8 miliar dan kerugian rehabilitasi lahan sebesar Rp157,5 miliar. Saat sidang dakwaan selesai dibacakan oleh JPU, DL Sitorus menyatakan ia tidak bisa menerima dakwaan dan menyerahkan eksepsi kepada tim penasehat hukum yang diketuai oleh Amir Syamsuddin.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006