Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak 31 persen atau hampir 500 Peraturan Daerah (Perda) dari 1.600 Perda diusulkan untuk dicabut karena masih menghambat masuknya investasi di daerah serta menimbulkan ketidakpastian hukum. "Kami menganalisis 1.600-an Perda dan 31 persennya direkomendasikan untuk dicabut karena secara prinsip dan substansial isinya dapat menghambat investasi di daerah ," kata Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD, Agung Pambudhi di Jakarta, Kamis. Sementara Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi menambahkan, sejak pemberlakuan otonomi daerah, Pemda banyak yang mencari uang sendiri melalui Perda-perda. "Pelaksanaan otonomi daerah itu banyak yang langsung ke kabupaten/kota sehingga pemerintah pusat sulit untuk mengontrolnya, termasuk terbitnya perda-perda yang bermasalah itu," kata Sofjan. Kabupaten/kota yang menerbitkan Perda-perda yang menghambat itu umumnya dari daerah yang jauh dari Jawa dan terbilang miskin pendapatan. Menurut Sofjan, otonomi daerah diberikan pemerintah pusat dengan tujuan mendelegasikan tugas ke daerah untuk memberi kemakmuran ke rakyat. Namun, lanjutnya, dengan penerbitan Perda-perda yang menghambat iklim investasi, keinginan untuk memajukan perekonomian daerah juga terkendala. "Sebelum investor datang, mereka diberi angka dan kondisi daerah yang bagus-bagus. Tapi setelah mereka datang mau menanamkan uangnya, sudah dikenakan berbagai macam pungutan dan retribusi," ujarnya. Selain itu, banyak Pemda yang belum menerapkan konsep layanan perizinan satu atap atau one stop services.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006