Jakarta (ANTARA News) - Tiga asosiasi perusahaan jasa TKI (PJTKI) dan Sanarcom (asosiasi perusahaan jasa tenaga kerja asing Saudi) mencapai kesepakatan baru untuk membenahi penempatan TKI informal ke Saudi Arabia.

Ketua Himpunan Pengusaha Jasa TKI (Himsataki) Yunus M Yamani di Jakarta, Jumat, mengatakan, kesepakatan tercapai Kamis (29/1) setelah melalui perundingan beberapa kali dan sempat buntu (deadlock).

"Setelah kembali dari Filipina, pengurus Sanarcom kembali menghubungi dan meminta untuk melanjutkan pembicaraan," kata Yunus.

Tiga asosiasi perusahaan jasa TKI itu adalah Himsataki, Asosiasi Perusahaan Jasa TKI (Apjati) dan Indonesia Employment Agency (Idea). Setelah pertemuan lanjutan maka dicapai sejumlah kesepakatan, di antaranya, joint committee" pembentukan pusat krisis (crisis center) antara asosiasi PJTKI dengan Sanarcom.

Pembentukan pusat krisis itu bermula dari anggapan bahwa hanya agen tenaga kerja asing Saudi yang mengetahui jati diri dan alamat majikan. Pendapat itu disambut baik oleh Sanarcom. "Ini yang paling baik," kata Yunus mengutip pernyataan pengurus Sanarcom.

Namun, di sisi lain Sanarcom meminta agar mereka (majikan) tidak diminta pertanggungjawabannya atas hal-hal yang menimpa TKI yang kabur. "Jika sudah kabur dan majikan sudah melapor ke polisi maka jangan lagi diminta pertanggungjawaban jika terjadi sesuatu atas TKI itu," kata Yunus.

Pendapat itu, menurut Yunus, masuk akal. "Namanya juga kabur. (jika terjadi masalah) Harus menjadi tanggungjawab TKI sendiri," kata Yunus.

Pada masalah-masalah TKI yang sudah di sepakati, seperti gaji tidak dibayar, penganiayaan, pelecehan dan sebagainya, maka Sanarcom melalui Pusat Krisis akan meminta pertanggungjawaban majikan.

Asosiasi dari Saudi itu menjamin akan merespon semua masalah yang disampaikan Pusat Krisis di Jakarta. "Mereka menjamin paling lambat satu minggu sudah direspon oleh Pusat Krisis Saudi," kata Yunus.

Jika, majikan tidak menyelesaikan masalah TKI tersebut maka Sanarcom akan meminta pemerintah Saudi untuk menghentikan pelayanan perbankan, pajak, imigrasi dan semua pelayanan administrasi atas majikan tersebut.

Ketika ditanya, apakah Sanarcom sebagai lembaga swasta memiliki wewenang untuk melakukan hal itu, Yunus mengatakan, Sanarcom didukung oleh kementerian terkait tenaga kerja di Saudi.

Jika terjadi perselisihan yang tidak bisa diselesaikan antara PJTKI dengan majikan, maka dalam kesepakatan tersebut dikatakan, masalahnya akan diselesaikan melalui lembaga arbitrase.

"Jika tidak selesai juga maka akan diselesaikan melalui pemerintah kedua negara. Yang penting jangan main tutup penempatan," katanya. Kedua belah pihak sepakat agar order yang tidak mampu dipenuhi suatu perusahaan (PJTKI) tidak perlu diproses ulang dari awal tetapi bisa dialihkan ke perusahaan lain. "Alasannya, buang waktu. Saya pikir ini masuk akal," kata Yunus.

Pada bagian lain Yunus juga meminta agar Sanarcom menjadikan Indonesia sebagai prioritas utama dalam penempatan TKI formal di Saudi. Permintaan itu, kata Yunus, akan menjadi perhatian lembaga itu.

Ketika ditanya apakah ada kesepakatan tentang pemberlakuan asuransi bagi TKI informal, Yunus mengatakan, kedua pihak tidak membicarakan hal itu karena di Saudi tidak dikenal asuransi jiwa.

Selama ini Saudi Arabia menjadi salah satu penempatan TKI informal yang utama di samping Malaysia. Rata-rata Indonesia menempatkan 15.000-20.000 TKI ke Saudi.  (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2009