Surabaya (ANTARA News) - Pemerintah Australia tetap tidak mendukung separatisme atau kemerdekaan bagi Papua, meski Departemen Imigrasi Australia (DIMA) memberikan visa sementara kepada 42 warga negara Indonesia untuk tiga tahun. Duta Besar Australia untuk Indonesia, Bill Farmer, dalam siaran persnya yang diterima ANTARA News di Surabaya, Jumat, menegaskan bahwa keputusan DIMA itu sama sekali tidak mengubah kebijakan pemerintah Australia terhadap kedaulatan Indonesia. "Indonesia memiliki sistem demokrasi yang tangguh dan mampu menyelesaikan masalahnya sendiri melalui dialog sebagaimana yang berhasil dilakukan di Aceh. Kami mendukung pendekatan yang sama di Papua," katanya. Menurut dia, keputusan independen yang dibuat pejabat DIMA sesuai dengan hukum dalam negeri Australia dan kewajiban terhadap hukum internasional yang didasarkan Konvensi Pengungsi PBB 1951. "Australia dan Indonesia memiliki hubungan yang sangat baik dan bekerjasama dalam banyak hal yang menyangkut kepentingan bersama. Penting untuk diperhatikan agar tidak ada satu permasalahan pun yang merusak hubungan tersebut," katanya. Diberitakan sebelumnya, Australia telah memberikan visa sementara kepada 42 pencari suaka asal Papua, kendati Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendesak Canberra agar mengirim mereka kembali ke Indonesia. Mereka ditemukan pada akhir Januari lalu di Cape York, kawasan paling utara Australia, setelah berlayar selama lima hari dengan perahu dari Papua. Seorang jurubicara Departemen Luar Negeri RI memperingatkan pada Januari lalu bahwa masalah pencari suaka ini dapat mengganggu hubungan baik kedua negara. Presiden Yudhoyono telah menelepon Perdana Menteri Australia, John Howard, dan menyatakan kelompok tersebut hendaknya tak diberi suaka politik dan sebaiknya mereka dikembalikan ke Indonesia. Presiden menjamin mereka tidak akan menghadapi tuntutan hukum. Senada dengan itu, DPR RI mengecam tindakan pemerintah Australia yang memberi visa dan suaka politik kepada 42 WNI asal Propinsi Papua yang melarikan diri ke Australia melalui Christmas Island pada Januari lalu.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006