Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian (Deptan) mengharapkan, jika nantinya terjadi kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk maka tidak sampai melebihi 10 persen dari harga yang sekarang. Di sela kampanye makanan bebas formalin di Tangerang Banten, Sabtu, Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan, kebijakan menaikkan HET pupuk hendaknya bukan prioritas utama namun sebagai pilihan yang terakhir. "Kita mengharapkan tidak akan ada kenaikan HET pupuk namun kalau harus naik jangan lebih dari 10 persen," katanya. Sejak 2003 HET untuk pupuk urea bersubsidi yang berlaku yakni sebesar Rp1.050/kg, sedangkan pupuk non-subsidi harganya berkisar antara Rp1.800 - Rp2.000/kg. Dengan ditetapkannya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada Oktober 2005 produsen pupuk meminta pemerintah untuk menaikkan HET bahan penyubur tanaman tersebut. Ketika ditanyakan besaran HET pupuk, Anton menyatakan, pihaknya belum bisa memberikan usulan HET pupuk kalau belum ada Harga Pokok Produksi (HPP) yang dikeluarkan produsen pupuk. Namun Mentan mengharapkan HET yang ada saat ini tetap dipertahankan selain itu kebijakan subsidi pupuk juga diteruskan sehingga mampu membantu petani mendapatkan penyubur tanaman tersebut dengan harga terjangkau. Selain itu, tambahnya, pihaknya juga tengah melakukan perhitungan subsidi yang akan dialokasikan jika nantinya HET pupuk mengalami kenaikan. "Tahun ini pemerintah mengalokasikan subsidi pupuk sebesar Rp3 triliun, kita juga sedang lakukan perhitungan apakah itu cukup atau tidak jika harga dinaikkan," katanya. Menurut dia, subsidi pupuk masih sangat diperlukan petani namun diharapkan agar benar-benar sampai ke petani dan jangan dinikmati oleh pihak lain. Sementara itu di tempat terpisah Direktur Sarana Produksi, Ditjen Tanaman Pangan Deptan, Spudnik Sarjono membantah adanya kelangkaan pupuk di Banyuwangi Jawa Timur sebagai dampak diberlakukannya SK Mentan no 505/2005 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi. "Kondisi yang terjadi di lapangan hanyalah ulah distributor maupun pengecer," katanya. Menurut dia, alokasi pupuk untuk provinsi Jawa Timur pada 2006 justru meningkat dibanding tahun lalu, yakni untuk urea 1 juta ton, SP-36 sebanyak 140 ribu ton, ZA mencapai 245 ribu ton dan NPK 110.500 ton. Secara nasional realisasi pupuk bersubsidi pada 2005 untuk urea mencapai 3,90 juta ton dari rencana 4,02 juta ton, ZA dari rencana 600 ribu ton tersalur 797.507 ton. Sedangkan SP-36 penyalurannya mencapai 643.457 ton dari rencana 750 ribu ton dan untuk NPK dari rencana sebanyak 230 ribu ton terealisasi 262.187 ton. Sementera itu untuk 2006 kebutuhan pupuk bersubsidi untuk sektor pertanian diperkirakan urea sebanyak 4,3 juta ton, SP-36 mencapai 700 ribu ton, ZA 600 ribu ton dan NPK sekitar 400 ribu ton. Untuk mengatasi kelangkaan pupuk, Mentan menyatakan, penyaluran pupuk bersubsidi hanya boleh dilakukan secara langsung ke petani atau kelompok tani. "Jika dilakukan di luar itu merupakan pelanggaran dan akan dikenakan sanksi," katanya. Kelompok tani, tambahnya, dapat langsung mendapatkan pupuk dari lini IV ataupun langsung lini II. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006