Jakarta (ANTARA News) - Pengamat Politik Indria Samego mengingatkan agar Indonesia tidak terlalu "kebakaran jenggot" atas keputusan Australia memberikan visa kepada 42 Warga Negara Indonesia (WNI) asal Papua yang mencari suaka politik ke negara itu. "Janganlah terlalu `kebakaran jenggot`, lebih baik dilihat mengapa 43 orang itu lari ke sana, karena saya kira ini bukan intervensi Australia pada masalah Indonesia, tetapi lebih merupakan sikap Australia pada orang yang ada di wilayahnya," kata Indria di Jakarta, Senin. Dia juga mengimbau agar Indonesia tidak terlalu membesar-besarkan masalah tersebut. "Siapa 42 orang itu, mungkin mereka orang yang kritis, tetapi seberapa jauh mereka bisa mempengaruhi rakyat. Jadi janganlah dibesar-besarkan," katanya. Menurut dia, hendaknya Pemerintah Indonesia dan Australia segera melakukan dialog untuk mencari titik temu menyamakan perbedaan yang ada. "Salah satunya adalah mencari tahu apakah ke 42 orang itu memenuhi kriteria pengungsi karena pengungsi memiliki definisi tersendiri," katanya. Lebih lanjut, sikap Australia itu adalah hal yang dapat diduga mengingat Australia memang punya kepentingan di kawasan utara. "Kita harus ingat Australia punya trauma terhadap musuh mereka dari kawasan utara. Ingat sikap mereka terhadap Timor-Timor. Dalam rangka meng-`update` musuh dari utara itu Australia aktif bolak-balik ke kawasan itu," katanya. Dalam rangka memperbaharui hal itu, kata dia, Australia juga tidak segan-segan terus menyokong Papua Nugini. "Bagi Australia yang penting dia bisa tidur nyenyak karena kawasan utara tenang. Jadi Australia memang punya kepentingan nasional atas daerah-daerah di kawasan utaranya," katanya. Pada kesempatan itu Indria juga menyesalkan sikap para diplomat Indonesia yang kurang aktif bergerak di negara asing. "Ini bukan kali pertama kita kecolongan. Seharusnya diplomat kita itu aktif mendekati LSM, para akademisi atau tokoh-tokoh di negara tempat mereka bertugas. Jika lobinya kuat maka setidaknya telah tahu dari awal dan bisa memperoleh informasi dari orang pertama," katanya. Menurut dia, sayang jika tugas para diplomat di luar negeri hanya sebatas pada acara-acara protokoler resmi saja. "Lihat saja bagaimana para dubes asing di sini, mereka aktif menjadi pembicara di sejumlah tempat, dekat dengan tokoh LSM, akademisi dan lain-lain. Bahkan Dubes Amerika untuk Indonesia pun menjadi pembicara di pesantren," katanya. Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan RI, Dino Patti Djalal mengatakan pemerintah tidak akan memutuskan hubungan diplomatik dengan Australia terkait pemberian visa sementara kepada 42 warga negara Indonesia (WNI) asal Papua.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006