Bekasi, (ANTARA News) - Sedikitnya dua hektar areal persawahan di wilayah Kelurahan Sumur Batu, Bekasi tercemar air lindi dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah Sumur Batu, karena pengelolaan sampah tidak profesional. Pengelolaan sampah TPA Sumur Batu di atas lahan seluas 10 hektare menggunakan sistem sanitary Landfil hanya kamulfase, kata Pengamat Lingkungan dari LSM Environment Community Union (ECU), Benny Hasiholan di Bekasi, Senin (27/3). Sampah yang dibuang di lahan TPA Sumur Batu itu tidak seluruhnya dikelola menggunakan "sanitary landfil", bahkan Dinas Kebersihan sebagai pengelola sampah tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk menetralisir air lindi. Karena tidak memiliki IPAL, maka air lindi sampah mengalir ke areal persawahan di sekitarnya mengakibatkan terjadinya pencemaran tanaman padi, namun instansi terkait terkesan tutup mata. Padi yang dihasilkan dari kawasan sekitar TPA Sumur Batu itu setelah digiling kemudian dimasak tidak ada rasanya dan berwarna kehitam-hitaman, tetapi pejabat instansi terkait tidak peduli nasib para petani setempat, sekalipun sering mengadu ke Pemda Bekasi. "Kami mendapat pengaduan warga setempat bahwa air lindi TPA Sumur Batu itu mengalir di areal persawahan sekitarnya, hingga menimbulkan pencemaran. Padi yang dipanen setelah dimasak tidak ada rasanya," kata Benny. Tumpukan sampah makin menggunung tetapi instansi terkait belum mengelola limbah sampah itu secara profesional, sehingga menimbulkan kekhawatirkan masyarakat sekitarnya akibat pencemaran lingkungan. Dinas Kebersihan Kota Bekasi yang tidak profesional mengelola sampah itu telah melanggar Undang-undang nomor: 23/1997 dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor: 82/2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sementara itu, Eko (40), petani di Kelurahan Sumur Batu, ketika ditemui mengatakan, ratusan petani padi mengeluh karena tanaman tercemar air lindi dari sampah di kawasan tersebut, namun pejabat instansi terkait terkesan tidak peduli keresahan mereka. "Kalau kondisi seperti ini tidak segera diatasi, maka ratusan petani padi terancam gulung tikar karena hasil panen tidak laku dijual ke konsumen soalnya beras setelah dimasak tidak ada rasanya," kata Eko.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006