Moskow (ANTARA News) - Rusia saat ini menggunakan "kartu Islam" untuk politik luar negerinya bagi berbagai tujuan, termasuk untuk memecah dominasi politik luar negeri Amerika Serikat. Dubes RI di Moskow, Susanto Pudjomartono, dan Ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin di KBRI Moskow, Selasa, mengatakan dalam politik luar negeri biasa jika suatu negara saling mempengaruhi atau menghimpun kekuatan untuk kepentingan bersama. Sebelumnya Presiden Rusia, Vladimir Putin dalam surat singkatnya yang dibacakan Ketua Sidang "Dialog Rusia-Dunia Islam", EM Primakov di Moskow mengatakan Rusia akan menjadikan Dunia Islam sebagai prioritas utama politik luar negeri. Susanto mengemukakan wajar jika Rusia menggunakan "kartu Islamnya" untuk kebijakan luar negerinya. Di dalam negeri, Rusia juga melakukan pendekatan ke kelompok-kelompok Islam yang berjumlah cukup banyak. Negeri pecahan Uni Soviet itu memiliki sekitar 20 juta jiwa penduduk muslim atau sekitar 15 persen dari 143 juta jiwa penduduknya. Agama Islam adalah salah satu agama yang perkembangannya pesat di Rusia dan kini menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen Ortodoks. Tahun lalu pemerintah menyelenggarakan peringatan Tahun Baru Hijriah. Di Rusia peringatan tersebut merupakan suatu kemajuan. Namun di sisi lain masih ada insiden kecil, seperti penyerbuan sebuah mesjid oleh golongan ekstrim. Ketika ditanya apakah mendekatnya Rusia ke dunia Islam merupakan upaya negara tersebut memanfaatkan negara Islam untuk kepentingannya, Susanto dan Din menyatakan di politik luar negeri merupakan suatu hal yang lumrah jika suatu negara saling pengaruh mempengaruhi. "Juga wajar jika suatu kekuatan menghimpun kekuatan lain untuk melawan atau membuat keseimbangan dengan kekuatan besar lainnya," kata Din. Rusia, kata Din, merupakan mantan negara adidaya yang masih memiliki sisa kekuatan terdahulu di saat masih tergabung dalam Uni Soviet. Dunia Islam juga memili kekuatan yang pantas diperhitungkan, karena dari segi kuantias terdapat 1,3 miliar penduduk muslim dunia, begitu juga dengan kualitas SDM serta kekuatan etika yang terkandung dalam nilai-nilai agama Islam. Dia juga menyebutkan Dunia Islam memiliki sumber daya alam yang besar, seperti minyak dan produk tambang lainnya. Din menilai sudah saatnya dominasi Amerika Serikat diakhiri apa lagi dengan kebijakan-kebijakan trans global dalam menghancurkan kejahatan terorisme global yang meresahkan golongan tertentu. Dia menilai pendudukan Afghanistan dan Irak serta ancaman pada Iran dan Suriah serta standar ganda yang diterapkan Amerika Serikat dan sekutunya meresahkan dunia Islam. Untuk itu perlu kekuatan penyeimbang untuk mengatasi hegemoni AS tersebut. Posisi Indonesia Posisi Indonesia sendiri, kata Din, sangat pantas untuk menjadi mitra strategis untuk membangun kekuatan baru tersebut karena Indonesia merupakan negeri berpenduduk Islam terbesar saat ini. Indonesia juga merupakan negara yang pantas menentang teror yang juga menjadi kepedulian Rusia dan Dunia Islam, karena Indonesia termasuk negara yang menjadi korban dari aksi terorisme. "Karena itu pula pada akhir dari dua hari (27-28 Maret) Dialog Rusia-Dunia Islam akan dibuat komunike bersama yang menentang terorisme dan kerjasama di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, budaya, iptek dan keamanan," kata Din. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006