Jakarta (ANTARA) - Ancaman inflasi global masih menghantui sejumlah negara dipicu konflik bersenjata berkepanjangan Rusia dan Ukraina yang pada akhirnya memengaruhi kenaikan harga pangan dan bahan bakar.

Secara fundamental, ekonomi Indonesia sebenarnya termasuk tangguh untuk menghadapi ancaman inflasi global. Namun tetap membutuhkan kewaspadaan mengingat sistem ekonomi yang terhubung secara global sehingga apa yang terjadi di luar negeri, dampaknya bakal dirasakan juga di dalam negeri.

Paling dirasakan adalah perdagangan luar negeri yang bakal rentan terpengaruh dengan kondisi global. Di sini penting lebih jeli menentukan komoditas-komoditas yang menjadi unggulan agar Indonesia tetap bertahan di tengah tekanan daya beli luar negeri yang mengalami penurunan.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam Market and Investment Outlook 2022 mengatakan strategi dan mitigasi menjadi hal paling penting dalam menghadapi inflasi global.

Juga menekankan pentingnya mengambil langkah-langkah antisipasi mengingat kondisi perekonomian Indonesia sangat terpengaruh oleh kondisi perekonomian global.

Kondisi inflasi di Indonesia, sejauh ini memang masih relatif lebih baik dibanding negara berkembang lainnya, bahkan dibanding negara anggota G20 yang saat ini tengah berjuang mengendalikan inflasi sebagai dampak kenaikan biaya energi dan pangan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2022 diperkirakan masih mampu mencapai target 5,2 persen. Optimisme itu merujuk pada pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang mencapai 5,44 persen.

Menghadapi ancaman inflasi global itu, pemerintah telah menerapkan sejumlah program untuk mengendalikan inflasi pada paruh kedua 2022.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan bersama Bank Indonesia serta sejumlah pemangku kepentingan sudah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk mengantisipasi lonjakan inflasi terkait rencana kenaikan harga BBM.

Dari arahan Menko Marinves tersebut maka penting bagi pengambil kebijakan untuk mewaspadai efek inflasi global yang dampaknya juga bakal dirasakan pelaku ekonomi di dalam negeri. Pemerintah perlu memfokuskan kebijakannya kepada pemulihan ekonomi terutama menjaga daya beli masyarakat dan memastikan investasi tetap terealisasi.
Aktivitas ekspor mobil melalui pelabuhan khusus Tanjung Priok, Jakarta Utara. ANTARA/ HO-IPCC Tanjung Priok

Peran perbankan

Di tengah ancaman inflasi global, sektor perbankan memiliki peranan penting terutama untuk menjaga fungsi intermediasi yakni menjembatani antara pemilik dana dengan sektor yang membutuhkan dana agar membuat ekonomi tetap berjalan.

Terkait hal itu Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi menyatakan kondisi likuiditas dan fungsi intermediasi perbankan domestik saat ini masih terjaga dalam level baik.

Kendati demikian, potensi peningkatan Giro Wajib Minimum (GWM) Bank Indonesia pada September 2022 tetap perlu dicermati.

Kebijakan Bank Indonesia di bidang moneter dan suku bunga acuan dengan menaikkan BI-7 Day Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 25 basis poin menjadi 3,75 persen juga dinilai sudah sejalan dengan strategi pemulihan ekonomi Indonesia setelah pandemi.

Pihaknya memastikan akan terus melakukan evaluasi dan kajian terkait dinamika kondisi makroekonomi sehingga dapat melakukan langkah strategis untuk bersama-sama senantiasa mendukung pemulihan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Tak hanya perbankan, di tengah ancaman inflasi global ini, perusahaan manajemen investasi juga mengambil peranan penting untuk mendorong investasi di pasar modal tetap langgeng yang pada akhirnya ikut mendukung stabilitas ekonomi Indonesia.

Untuk sektor investasi, Direktur Utama Mandiri Investasi Aliyahdin Saugi menjelaskan dalam menyikapi dan melakukan strategi di tengah kondisi IHSG yang fluktuatif dalam mengelola aset tidak bersikap reaktif, namun sudah mengantisipasi kondisi pasar seperti yang terjadi sekarang dengan cara menyiapkan produk-produk sesuai dengan kebutuhan investasi nasabah.

Tentu dengan kondisi dinamis (volatile), pihaknya memastikan tidak akan berpengaruh terhadap investor yang memiliki wawasan berjangka panjang, namun untuk investor jangka pendek dan menengah yang lebih disarankan untuk mengalokasikan ke aset pendapatan tetap atau pasar uang.

Sebagai negara dengan pasar berkembang, manajer investasi selalu berpegang kepada stabilitas ekonomi stabil dan kekuatan struktur fiskal agar dana yang dititipkan investor tetap prospektif.

Sejauh ini Indonesia masih menjadi negara yang menarik sebagai tempat tempat investasi bagi manajer investasi global.

Hal ini juga terlihat dari rata-rata rasio pendapatan saham (price earning ratio) yang masih jauh di bawah negara maju, yang artinya masih memiliki potensi pertumbuhan yang sangat tinggi.

Dengan gambaran kinerja seperti itu, IHSG pada akhir 2022 diperkirakan berada di kisaran 7.800-8.100. Masih ada peluang kenaikan di kisaran ada 600-1000 poin. Namun tentu banyak faktor global yang dapat memengaruhi pergerakan IHSG tersebut, baik domestik maupun secara global.
Petani tengah membawa hasil bumi. Harga pangan masih menjadi salah satu penyumbang inflasi. ANTARA/ Ganet Dirgantoro

Indonesia tempat ideal

Patut diakui dinamika yang berkembang di berbagai negara menyangkut tekanan inflasi bukan lah kabar yang menggembirakan. Namun mau tidak mau investor (pemilik modal) harus menghadapi dengan segala risikonya.

Bagi investor, Indonesia masih menjadi tempat ideal untuk berbisnis dan mengembangkan usaha mengingat negara ini kaya dengan komoditas unggulan seperti sawit (CPO), batu bara, dan beberapa lainnya yang sudah memiliki pasar di luar negeri.

Agar gejolak tidak terlalu parah, beberapa negara telah melakukan antisipasi dengan menaikkan suku bunga, bahkan negara-negara Eropa sangat agresif dengan menaikkan hingga mencapai 9 persen.

Mengingat ekonomi Indonesia terkoneksi dengan ekonomi global, sudah barang tentu Bank Indonesia juga harus ikut menaikkan suku bunga perbankan meski hanya 25 basis poin.

Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat fundamental ekonomi terlihat dari tingkat inflasi masih stabil pada kisaran empat hingga lima persen meski perlu diantisipasi dengan adanya rencana menaikkan harga Pertalite.

Kepercayaan pasar terhadap kuatnya fundamental ekonomi Indonesia terlihat dari berbagai asumsi, seperti pertumbuhan ekonomi yang diprediksi masih dalam kisaran 5,5 hingga 6 persen, nilai tukar rupiah masih stabil di kisaran Rp14.000-Rp15.000 per dolar AS, IHSG masih dalam rentang 7.000-8.000, hingga imbal hasil obligasi negara masih di kisaran 7 persen.

Dengan kondisi demikian kebijakan terkait harga pangan dan bahan bakar haruslah dirancang sedemikian rupa untuk memastikan inflasi masih dalam koridor terkendali.

Memang diakui saat ini terjadi kenaikan harga pangan di sejumlah daerah, namun hal ini semata-mata dipicu karena kondisi cuaca. Dipastikan dalam waktu singkat harga-harga di pasar domestik bisa kembali normal setelah sempat mengalami kenaikan.

Pada prinsipnya, kehati-hatian harus menjadi hal utama dalam mengeluarkan kebijakan. Apalagi untuk menaikkan harga bahan bakar subsidi Pertalite. Mengingat dampaknya yang besar sehingga butuh penanganan lebih bijak.

Namun kembali dengan kombinasi fundamental ekonomi dan kebijakan yang hati-hati, inflasi masih bisa terkendali dan roda perekonomian masih akan berjalan pada rel yang tepat.

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2022