Jakarta (ANTARA) - Sejumlah pegiat pendidikan mendorong agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

“Kami berharap DPR dapat menunda pembahasan RUU Sisdiknas, karena proses penyusunannya terburu-buru, kurang melibatkan ahli dan masyarakat,” ujar pegiat pendidikan dari Vox Populi Institute, Indra Charismiadji di Jakarta, Ahad.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kemendikbudristek mengajukan RUU Sisdiknas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022.

Baca juga: P2G nilai pelibatan publik masih minim dalam RUU Sisdiknas

Indra mengatakan RUU tersebut seharusnya dikerjakan secara transparan dan publik ikut terlibat karena dirancang untuk menggabungkan tiga UU sekaligus, yaitu UU Sisdiknas, UU Pendidikan Tinggi, dan UU Guru dan Dosen serta 23 UU yang harus terintegrasi.

“Jangan main-main dengan pendidikan dan jangan membahasnya di ‘ruang gelap’ tanpa melibatkan partisipasi seluruh pemangku kepentingan. Sekali salah melangkah, dampaknya bisa puluhan tahun kemudian. DPR harus tegas menunda masuknya RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2022. Kami tidak ingin UU Sisdiknas harus berakhir di gugatan Mahkamah Konstitusi,” imbuh dia.

Selama ini, kata Indra, proses pembahasan RUU Sisdiknas sama sekali tidak transparan. Para pemangku kepentingan hanya diminta datang untuk absensi dan mendengarkan paparan.

“Prosesnya sangat tidak transparan dan tidak melibatkan publik secara lebih bermakna dan mewakili seluruh Indonesia. Prosesnya tidak bisa hanya dibahas di Jakarta,” kata dia.

Baca juga: Pemerintah ajukan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2022

Seharusnya, RUU Sisdiknas diawali dengan penyusunan peta jalan pendidikan yang disusun dan dibuat oleh Panitia Kerja Nasional yang mewakili berbagai elemen.

Hal itu juga telah dibahas berulang kali dalam rapat-rapat Komisi X DPR. Pandangan yang senada juga disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat menerima delegasi Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI) di Istana Negara beberapa waktu lalu. Presiden tidak ingin lagi setiap ganti menteri ganti kurikulum.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang Pendidikan NU Circle Ahmad Rizali meminta masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan bidang pendidikan ikut bergerak menolak masuknya RUU Sisdiknas masuk prolegnas dan disahkan diam-diam.

“Masyarakat tidak boleh tinggal diam. Mahasiswa tidak boleh berpangku tangan. Saatnya mahasiswa menyuarakan pentingnya peta jalan sistem pendidikan nasional agar kita semua memiliki landasan dan acuan bagaimana pendidikan nasional di masa depan dibuat. RUU Sisdiknas ini harus disusun dan dibuat secara visioner, bukan dibuat oleh mereka yang bernafsu membuat kebijakan tunggal dan komersial,” kata Rizali.

Guru Besar Ilmu Politik Universitas Pendidikan Indonesia Prof Cecep Dharmawan mengatakan rancang bangun dari substansi rancang materi RUU Sisdiknas tidak cukup mewakili UU sebelumnya. Kemudian, beberapa pasal dalam draf RUU Sisdiknas memiliki dasar yang lemah.

Sebelumnya, Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan.

Baca juga: Pimpinan MPR sebut RUU Sisdiknas harus mampu tingkatkan kualitas SDM

Baca juga: RUU Sisdiknas beri ruang pengakuan pada pendidikan berbasis keagamaan


Anindito mengatakan pemerintah terbuka dalam menerima saran dan masukan dari publik. Selama tahap perencanaan, pemerintah telah mengundang puluhan lembaga dan organisasi untuk memberi masukan terhadap draf versi awal dari RUU Sisdiknas dan naskah akademiknya.

Draf terbaru juga telah dikirimkan kepada berbagai pemangku kepentingan untuk mendapat masukan lebih lanjut. Selain itu, pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat secara luas untuk ikut mencermati semua dokumen dan memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/. 

Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
COPYRIGHT © ANTARA 2022