Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono menyampaikan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) pada Agustus 2022 sebesar 106,31 atau naik 1,97 persen jika dibandingkan pada Juli 2022.

"Peningkatan NTP itu terjadi karena indeks harga yang diterima petani, naik 1,28 persen. Sementara indeks harga yang dibayarkan petani itu mengalami penurunan sebesar 0,68 persen," kata Margo saat konferensi pers di Jakarta, Kamis.

Margo menyampaikan, komoditas penyumbang kenaikan Indeks harga yg diterima petani adalah kelapa sawit, gabah, telur ayam ras dan cengkeh.

Sedangkan indeks harga yang dibayar petani terjadi penurunan 0,68 persen, yang disebabkan oleh penurunan harga bawang merah, cabai merah, cabai rawit dan daging ayam ras.

"Komoditas ini adalah komoditas yang dikonsumsi rumah tangga pertanian. Jadi, menurun harga itu menyebabkan harga yang dibayar petani mengalami penurunan," kata Margo.

Jika dilihat menurut subsektor, peningkatan NTP tertinggi terlihat pada sub tanaman perkebunan rakyat, di mana NTP tanaman perkebunan rakyat itu naik 5,86 persen.

Kenaikan terjadi karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan 5,10 persen. Sementara indeks harga yang dibayar petani mengalami penurunan 0,71 persen.

Adapun komoditas dominan yang berpengaruh untuk menyumbang indeks harga yang diterima petani yaitu kelapa sawit, cengkeh, lada, dan kopi.

Margo menyatakan, penurunan NTP terdalam terjadi di subsektor hortikultura, di mana NTP hortikultura turun 7,38 persen.

Penurunan itu terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun 7,93 persen. Jauh lebih besar penurunannya kalau dibandingkan dengan indeks harga yang dibayar petani yang turun 0,59 persen.

"Jadi, sama-sama turun tapi penurunannya lebih tinggi indeks yang diterima petani. Sehingga NTP nya mengalami penurunan. Dan komoditas penyumbangnya yaitu bawang merah, cabai rawit, cabai merah, dan kol," ujar Margo.

Namun demikian, Margo menambahkan, yang perlu mendapatkan perhatian ialah kepada NTP yang nilainya di bawah 100, yaitu pada subsektor tanaman pangan.

"Ini di Agustus berada pada level 97,90. Artinya, nilai penerimaan rumah tangga di tanaman pangan itu dibanding nilai yang harus dibayarkan masih lebih tinggi nilai yang harus dibayarkan," ujar Margo.

Baca juga: BPS catat deflasi 0,21 persen pada Agustus 2022
Baca juga: BPS: Data statistik vital bagi pembangunan berketahanan iklim
Baca juga: BPS: Penurunan harga CPO sinyal berakhirnya "windfall" komoditas

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Biqwanto Situmorang
COPYRIGHT © ANTARA 2022