Dili (ANTARA News) - Situasi di Timor Leste yang sempat memanas akibat pemecatan hampir sepertiga anggota pasukan reguler angkatan bersenjatanya (FTDL), kini dilaporkan sudah dalam kendali penuh polisi. Dionisio Babo Soares, SH, M.Phil, Ph.D Ketua Commission of Truth and Friendship (Komisi Kebenaran dan Persahabatan/KKP) Timor Leste yang dihubungi ANTARA Kamis malam menyebutkan, situasi di negara itu kini normal kembali setelah polisi mengamankan beberapa orang. "Keadaan sudah diatasi penuh oleh polisi. Sudah beberapa orang yang ditangkap dan keadaan normal seperti biasa. Aktivitas bisnis dan kantor berjalan seperti biasa lagi," kata Dionisio yang juga staf pengajar di Universidade da Paz Dili. Kondisi di negara pecahan Indonesia itu memanas setelah Panglima FDTL Brigjen Taur Matan Ruak melakukan pemecatan hampir sepertiga anggota pasukan reguler angkatan bersenjata Timor Leste karena melakukan desersi. "Sekarang keadaannya (sudah) normal dan sebenarnya tidak terjadi eksodus," tambah "Didi" panggilan karib Dionisio Babo. Dijelaskannya bahwa memang setelah pemecatan angota Falintil (sayap militer Fretilin) yang menjadi cikal bakal FDTL sebanyak 591 orang, yang semuanya berasal dari bagian barat Timor Leste, terjadi semacam ketidakpuasan dalam masyarakat, terutama di ibukota negara Dili. "Dan sempat terjadi beberapa penyerangan dari mereka yang berasal dari barat terhadap mereka yang berasal dari timur. Tercatat menurut polisi 16 kasus penyerangan. Beberapa keluarga kemudian menyingkir ke daerah untuk menghindari bentrokan," katanya. Hanya saja, kata dia, memang santer isu yang berkembang pesat terjadi situasi memanas, dan masyarakat setempat masih trauma dengan kejadian tahun 1999. "Namun, sekali lagi bahwa saat ini keadaan sudah diatasi penuh oleh polisi dan keadaan sudah normal," kata Dionisio Babo. Berkaitan dengan situasi di Timor Leste itu, sejumlah kantor berita transnasional melaporkan bahwa Panglima Militer Timor Leste, Kamis (16/3), memecat 591 anggota tentaranya atau sepertiga dari pasukan reguler negara itu karena melakukan desersi akhir bulan lalu. "Mereka secara resmi telah diberhentikan. Bahkan, jika Presiden Xanana Gusmao meminta mereka kembali, mereka tidak akan diterima," kata Brigjen Taur Matan Ruak pada upacara pelepasan para prajurit itu, Jumat (17/3) di Dili. Menurut Marcelino Magno dari Institut Studi Pembangunan Timor (TIDS) di Dili, seperti dikutip BBC, tentara yang melakukan mogok, yang mayoritas dari daerah barat Timor Leste, merasa didiskriminasi karena dianggap kurang berperan dalam kemerdekaan negara itu dibandingkan dengan rekan-rekannya dari kawasan timur. Departemen Luar Negeri RI, seperti disampaikan Juru Bicara Deplu, Desra Percaya, menyampaikan pula bahwa kondisi keamanan di ibukota Timor Leste, Dili, dalam keadaan terkendali dan menyatakan hingga kini tidak terjadi pengungsian oleh warga negara Indonesia dari Dili ke perbatasan Timor Leste-RI. "Situasi di Timor Leste dalam keadaan baik, terkendali dan kegiatan masyarakat berjalan seperti biasa," katanya. Namun, sebelumnya pada Rabu (29/3), Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kol (Inf) APJ Noch Bola seperti dikutip sejumlah media, mengatakan pada Selasa (28/3) sekitar 30 WNI dari Dili masuk ke wilayah NTT, yang disebutnya untuk menyelamatkan diri akibat meningkatnya gangguan keamanan di Dili pasca pemecatan ratusan anggota FDTL.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006