Sydney (ANTARA News) - Hubungan Australia dengan Indonesia kini melalui "jalan yang sulit", namun tak akan terpengaruh secara permanen akibat keputusan untuk memberikan visa sementara kepada 42 pencari suaka dari Papua, Perdana Menteri Australia, John Howard, menyatakan Minggu. Australia bulan lalu memberikan visa sementara kepada 42 orang perahu dari Papua. Keputusan ini memicu kemarahan di kalangan nasionalis Indonesia yang menganggap Australia berupaya membantu Papua memisahkan diri dari Jakarta, menyusul keterlibatan Canberra dalam kemerdekaan Timor Timur pada 1999. Namun demikian, Howard, yang telah membangun hubungan yang kuat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, mengemukakan pemerintah mendukung pemerintahan Jakarta atas propinsi paling timur Indonesia tersebut. "Kita sedang melawati jalan yang sulit, tetapi saya kira kondisi ini tidak akan merongrong kokohnya hubungan itu," katanya kepada televisi komersial Australia, seperti dilansir AFP. "Kita telah membalik sebuah halaman dalam hubungan kita dan itu tak akan kembali, sekalipun kita kini melalui masa yang sulit." Howard mengimbau kepada Indonesia agar menghormati undang-undang imigrasi, berdasarkan mana orang-orang Papua itu, yang tiba dengan perahu di Australia timur laut pada Januari lalu, telah diproses. "Saya katakan kepada para teman yang amat baik kami di Indonesia, kami mengerti apa yang kalian rasakan tentang Papua, kami mengerti itu, namun kami meminta kalian untuk menghormati dan menerima proses yang berlangsung di Australia atas orang yang datang dari Papua Barat," katanya. "Dan juga terimalah jaminan saya bahwa Australia tak punya rancangan apapun atas Papua barat dan kami tak ingin Papua Barat berpisah dengan Indonesia." "Kita sedang melalui jalan yang sulit, namun saya kira itu tidak akan merongrong kokohnya hubungan kita," katanya kepada televisi komersial. Howard mengimbau Indonesia agar menghormati undang-undang imigrasi, berdasarkan mana, orang-orang Papua yang tiba dengan perahu di Australia timur laut pada Januari, telah diproses. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006