Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk Papua yang memulai tugasnya pekan ini. Media Center DPD RI di Jakarta Senin menyebutkan, pembentukan Pansus Papua DPD RI itu disahkan dalam Sidang Paripurna DPD di Gedung Nusantara V, pekan lalu. Pansus akan menyerap aspirasi terkait masalah-masalah aktual Papua, yakni aspek politik dan keamanan, menyangkut penerapan UU Otonomi Khusus serta Peristiwa Abepura maupun aspek sosial ekonomi, menyangkut Kontrak Karya PT Freeport Indonesia. Rapat Pansus Papua DPD RI yang dipimpin Ketua Pansus Alexander Edwin Kawilarang sepakat membagi diri dalam dua tim. Setiap tim membidangi aspek politik keamanan dan aspek sosial ekonomi. "Prioritas kita, setiap tim segera menangani masalah aktual," kata Edwin (anggota DPD asal Sulawesi Utara). Edwin yang juga Ketua Panitia Kerjasama Antar-Lembaga Perwakilan DPD di depan anggota rapat Pansus di Gedung B DPD, Kompleks Parlemen, Jakarta mengatakan, pembentukan Pansus Papua tersebut sebagai concern atau bentuk perhatian DPD dalam mengambil bagian menyelesaikan masalah Papua. Ia menegaskan, kalau pemerintah sudah mengirim tim meninjau KK PTFI, maka sebagai lembaga perwakilan daerah, DPD tidak boleh ketinggalan. "Kita harus susun jadwal kerja secepatnya dan mulai bekerja sejak reses DPD," katanya. Karena itu, selama 30 hari masa reses anggota DPD yang diisi dengan kegiatan setiap anggota DPD kembali ke daerah pemilihan, dimanfaatkan Pansus untuk menyerap aspirasi masyarakat dengan mengunjungi Papua. Maksimal tiga bulan diharapkan bisa selesai. Tetapi kalau bisa sebulan, mengapa tidak," katanya. Pansus beranggotakan 19 anggota, dengan para anggota seluruh anggota DPD asal Provinsi Papua dan seluruh anggota DPD asal Irian Jaya Barat, ditambah anggota alat-alat kelengkapan DPD, yakni Panitia Ad Hoc I (yang salah satu lingkup tugasnya adalah otonomi daerah), PAH II (sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya), PAH III (pendidikan, kesehatan), PAH IV (keuangan dan anggaran pembangunan dan belanja negara). Anggota-anggota Pansus semula berbeda pendapat mengenai apakah Pansus perlu menyerap aspirasi masyarakat menyangkut aspek keamanan, ataukah cukup berkonsentrasi di bidang politik, sosial, dan ekonomi. Tony Tesar (Papua) semula berpendapat, Pansus tidak perlu memasuki aspek keamanan karena perkembangannya sudah begitu jauh sehingga kini ditangani aparat TNI dibantu Polri. Menurut Edwin, DPD harus menyuarakan segala aspek termasuk keamanan. Masalah keamanan diangkat karena masyarakat sudah resah. Tentara tidak mengayomi masyarakat, tetapi (sudah berlaku seperti) tentara pendudukan, katanya. Marwan Batubara (DKI Jakarta) mengatakan, tugas Pansus adalah mencari informasi seluas dan seobjektif mungkin di segala aspek tanpa terkecuali. Hasil pencarian informasi kemudian direkomendasikan kepada pemerintah. Pendapat serupa disampaikan Marcus Louis Zonggonao (Papua), Ishak Pamumbu Lambe (Sulawesi Selatan), Marhany VP Pua (Sulawesi Utara), dan Benny Horas Panjaitan (Kepulauan Riau). Marcus mengatakan, kekacauan di Papua sudah meluas sehingga aparat keamanan merasa membutuhkan tambahan personil. "Karena itulah, keamanan menjadi faktor pertama. Masalah keamanan, kata Lambe, tersangkut penegakan hak asasi manusia, politik, dan hukum. Karena itu, pencarian informasi untuk menciptakan keamanan pasca-peristiwa Abepura merupakan pekerjaan berat Pansus.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006