Jakarta (ANTARA News) - Departemen Perindustrian (Deperin) dan Departemen Perdagangan (Depdag) menilai harga eceran tertinggi (HET) pupuk urea perlu dinaikkan seiring dengan kenaikan harga BBM yang membuat biaya angkut dan bongkar muat meningkat. Hal itu dikemukakan Menperin Fahmi Idris dan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri pada peresmian pabrik PT Pupuk Kujang IB di Cikampek, Jawa Barat, yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Agar industri pupuk bisa menyediakan dana yang cukup untuk melakukan pengembangan dan peremajaan pabrik, kiranya perlu ditetapkan HET yang lebih baik namun masih terjangkau petani," kata Fahmi. Menurut dia, kebijakan HET urea sebesar Rp1.050 per kilogram di samping tidak menguntungkan produsen pupuk, juga mengakibatkan disparitas harga yang sangat tinggi antara harga pupuk subsidi untuk sektor pangan dengan harga pupuk non subsidi untuk sektor perkebunan dan industri, serta antara harga pupuk domestik dengan harga internasional. Hal senada dikemukan Dirjen PDN Deperdag Ardiansyah Parman yang ditemui usai peresmian Pabrik Kujang IB. Menurut dia, disparitas harga yang terlalu besar itu menggoda pelaku usaha untuk menyelewengkan pupuk bersubsidi, meskipun termasuk barang yang diawasi. Ia mengatakan perbedaan harga pupuk subsidi dengan non subsidi mencapai sekitar Rp1.000 per kilogram. Belum lagi harga internasional yang bagus mencapai 280 dolar AS per ton. Ardiansyah menilai HET yang saat ini berlaku juga tidak realistis karena naiknya biaya transportasi dan buruh sejak kenaikan harga BBM. Menurut dia, selisih harga dari lini III di gudang produsen di kabupaten dengan distributor/pengecer sebesar Rp70 per kilo tidak cukup. "Jadi (HET) harus disesuaikan lah supaya tidak ada pelanggaran, karena selama ini baik distributor maupun pengecer sulit penuhi HET. Pupuk itu kan harus enam tepat, tepat harga, waktu, jumlah, kualitas, dan tempat," katanya. Menurut dia, Depdag sudah mengusulkan kenaikan HET pada rakortas, Sabtu lalu (1/4), dan menurutnya DPR (Komisi IV) pun tidak keberatan HET naik --yang diperkirakannya naik 10 persen. Ardiansyah juga mengatakan, masalah kelangkaan pupuk yang isunya berhembus akhir-akhir ini tidak hanya terkait masalah distribusi, tapi juga masalah teknis seperti pasokan yang berkurang karena terjadi gangguan produksi baik akibat tersendatnya pasokan gas maupun rusaknya pabrik, serta usia pabrik yang sudah tua. Ia menghitung ada dua pabrik pupuk yang berumur 30 tahun dan ada 10 pabrik yang berumur 20 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pabrik baru Kujang IB diharapkan bisa meningkatkan pasokan pupuk di dalam negeri. "Jadi bagaimana pun diperbaikinya sistem distribusi, kalau berbagai hal diatas (masalah pasokan gas, peremajaan pabrik, dan HET) tidak diatasi, maka masalah kelangkaan bisa berulang," katanya.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006