Jakarta (ANTARA) - Sebuah kelompok pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat (16/9) mempresentasikan laporan tematik yang mengungkap dampak negatif rasisme dan diskriminasi rasial terhadap hak atas pembangunan, seraya mendesak komunitas internasional untuk mencegah segala bentuk rasisme dan memerangi ketidaksetaraan.

Mihir Kanade, ketua pelapor Mekanisme Pakar PBB untuk Hak atas Pembangunan, mempresentasikan laporan itu di hadapan Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB ke-51.

Dia menuturkan bahwa para pakar berharap laporan itu dapat membantu mengatasi diskriminasi rasial dan berbagai hambatan yang ditimbulkan hal itu terhadap pembangunan sosial dan ekonomi di seluruh dunia.

Kanade menguraikan bahwa rasisme dan diskriminasi rasial merupakan salah satu hambatan terbesar dalam realisasi hak atas pembangunan, dan hak atas pembangunan serta isu rasisme merupakan dua bidang yang paling diabaikan dalam advokasi HAM.

Dia mengutip laporan itu yang menyebut bahwa ketidaksetaraan berbasis ras belum mendapat perhatian yang sama seperti bentuk ketidaksetaraan lainnya yang dipaparkan dalam Agenda 2030 PBB untuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Menurut sejumlah studi yang ditunjukkan dalam laporan itu, di Inggris, wanita dan pria keturunan Afrika masing-masing 4,3 dan 4,2 kali lebih berisiko meninggal karena COVID-19 dibandingkan warga kulit putih senegara mereka.

Data dari Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa tingkat kematian COVID-19 di kalangan warga Afrika-Amerika tercatat lebih dari dua kali lipat dibandingkan kelompok ras lainnya di negara tersebut, tunjuk laporan itu.
 
 

 
Para individu keturunan Afrika di AS memiliki angka harapan hidup yang jauh lebih rendah dibandingkan populasi warga kulit putih. Di Australia dan Kanada, penduduk pribumi juga memiliki harapan hidup yang jauh lebih pendek dibandingkan kelompok etnis lainnya.   "Saat masyarakat menjadi semakin multietnis, multiagama, dan multikultur, investasi yang lebih besar dalam inklusivitas dan kohesi diperlukan untuk memetik manfaat dari keberagaman bagi seluruh umat manusia, alih-alih menganggap hal itu sebagai sebuah ancaman," seperti ditekankan oleh laporan itu.

Demikian juga, papar laporan itu, populasi Romani di seluruh Eropa yang memiliki angka harapan hidup antara 5-20 tahun lebih pendek dan menghadapi angka kematian bayi 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan populasi umum.

Laporan pada Jumat juga mengungkapkan bahwa di AS, warga kulit hitam hampir tiga kali lebih berpotensi tewas di tangan aparat kepolisian dibandingkan warga kulit putih, meski mereka 1,3 kali lebih mungkin tidak bersenjata.
 
 

   
"Saat masyarakat menjadi semakin multietnis, multiagama, dan multikultur, investasi yang lebih besar dalam inklusivitas dan kohesi diperlukan untuk memetik manfaat dari keberagaman bagi seluruh umat manusia, alih-alih menganggap hal itu sebagai sebuah ancaman," seperti ditekankan oleh laporan itu

"Komunitas internasional diminta untuk menegaskan kembali komitmennya terhadap HAM universal dan nilai-nilai bersama yang menjunjung tinggi kesetaraan dan martabat bagi semua orang yang berada di dalam maupun di luar kerangka hak atas pembangunan," imbuh laporan itu.


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Joko Susilo
COPYRIGHT © ANTARA 2022