Jakarta (ANTARA) - Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) guna mendengarkan masukan terkait pembahasan substansi RUU Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 (UU Narkotika).

"Tujuan kami mengundang PKNI adalah untuk berdiskusi dan menerima masukan mengenai draf pasal-pasal mana saja yang dianggap paling krusial di dalam undang-undang tentang narkotika untuk dibahas Komisi III bersama Pemerintah," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Pangeran Khairul Saleh di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

Aktivis PKNI Wan Traga Duvan memberikan paparan sejumlah dampak dan rekomendasi dari perspektif korban penyalahgunaan narkotika atas UU Narkotika yang selama ini diterapkan.

Ia menyebut perlunya percepatan revisi UU Narkotika yang lebih mengedepankan kesehatan masyarakat dan pendekatan HAM yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca juga: Arteria sebut revisi UU Narkotika solusi kelebihan penghuni lapas

Baca juga: Anggota DPR harap syarat rehabilitasi pecandu narkotika dipermudah


"Bantuan hukum yang tidak tersedia menyebabkan terjadi berbagai potensi pelanggaran HAM serta layanan rehabilitasi paksa yang melanggar hak atas kesehatan," tutur Wan Traga.

Ia lantas berkata, "Karena sesungguhnya pengguna narkotika adalah korban yang mengalami penderitaan fisik, mental dan kerugian ekonomi yang diakibatkan tindak pidana narkotika".

Anggota Komisi III DPR Adang Daradjatun pun menyepakati rekomendasi keharusan menggunakan pendekatan HAM dalam merumuskan revisi UU Narkotika, termasuk penerapan restorative justice bagi korban penyalahgunaan narkotika.

"Anggaran negara sangat banyak sekali yang diserap, sedangkan 70-80 persen isi daripada (lembaga) pemasyarakatan itu hanya pengguna jadi betul-betul kita sangat memprihatinkan," ujarnya.

Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman menyebut perlu adanya demarkasi penanganan hukum secara jelas antara pengguna dengan pengedar narkotika dalam Perubahan Kedua RUU tentang Narkotika mendatang agar lembaga pemasyarakatan tidak mengalami kelebihan penghuni lapas.

"Pengguna itu rehabilitasi tapi kalau pengedar dan bandar itu hukum yang berat, bila perlu hukuman mati," usulnya.

Baca juga: Wamenkumham: Ada enam poin penting usulan pemerintah di RUU Narkotika

Sementara itu, Anggota Komisi III DPR Supriansa mengusulkan agar APBN bisa diperbantukan pula dengan APBD untuk menyediakan layanan rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika. Menurutnya, negara harus hadir di tengah-tengah darurat narkoba yang melanda saat ini.

"Kalau setiap kabupaten, provinsi membuat tempat rehabilitasi, lalu sekian persen dia memberikan bantuan, kemudian dibantu dengan anggaran APBN, maka tidak kewalahan semua wilayah ini untuk menyelesaikan persoalan yang satu ini," ucapnya.

Adapun Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding menaruh perhatian pada aspek perspektif gender dalam revisi UU Narkotika, sehingga menutup celah kerumpangan terhadap alpa-nya pasal-pasal dalam UU Narkotika yang mampu memberi perlindungan bagi perempuan penyalahguna narkotika dikarenakan rentan mengalami kekerasan.

Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022