Jakarta (ANTARA) - Rektor IAIN Kota Palopo Abdul Pirol mengatakan berkembangnya media digital menyebabkan terjadinya banjir informasi dan akibatnya masyarakat sulit membedakan informasi yang benar dan informasi yang hoaks.

“Memang benar akses informasi menjadi mudah dan melimpah. Kita mau cari informasi apa saja, langsung bisa dicari. Tapi dengan kelimpahan informasi itulah, sulit membedakan mana informasi yang benar atau hoaks," ujar Abdul dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Oleh karena itu menurut Abdul, masyarakat perlu memahami literasi digital dan bisa mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dia mengatakan banjir informasi jika tidak digunakan secara cerdas dan bijak maka dapat menyebabkan kelelahan dan kehilangan semangat untuk melanjutkan aktivitas atau bekerja.

Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bersama Pemerintah Kota Palopo, Sulawesi Selatan, berkolaborasi dalam kegiatan bertajuk “Pekan Literasi Digital di Kota Palopo”.

Baca juga: Psikolog: orangtua perlu meningkatkan literasi digital
Baca juga: Akademisi ingatkan pentingnya hormati keberagaman di dunia digital

Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5,00.

Dalam merespon hal tersebut, Kemenkominfo menyelenggarakan Pekan Literasi Digital dengan materi yang didasarkan pada empat pilar utama literasi digital, yaitu kecakapan digital, etika digital, budaya digital, dan keamanan digital.

Wali Kota Palopo, Judas Amir, mengatakan kegiatan Pekan Literasi Digital ini sangat penting untuk mendorong peningkatan pengetahuan teknologi dan informasi masyarakat Indonesia.

Menurut dia, literasi digital merupakan sebuah proses persiapan sumber daya manusia untuk memanfaatkan teknologi baru dan diharapkan dapat menghasilkan masyarakat yang cerdas dan cakap menggunakan teknologi digital sehingga masyarakat bisa menggunakan teknologi dengan bertanggung jawab.

“Kita jangan hanya berhenti pada pemahaman dan penggunaan teknologi digital saja, tetapi harus memiliki integritas dan mengetahui etika digital," katanya.

Baca juga: Cek sumber berita untuk kurangi penyebaran hoaks
Baca juga: Kemkominfo ajak pemuda jadi penggiat literasi digital

Menurut Abdul, jika hanya tahu bagaimana menggunakan teknologi digital tanpa mengetahui etikanya, maka itu bisa menjadi faktor yang menyebabkan kejahatan siber, penyebaran berita bohong dan kejahatan lainnya.

"Oleh karena itu, pemerintah harus berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk membekali masyarakat dengan pengetahuan dengan etika dan nilai-nilai kebenaran tanpa meninggalkan nilai-nilai kebudayaan,” kata Judas.

Wakil Ketua Umum Siberkreasi, Mira Sahid, mengatakan validasi media sosial sekarang menjadi sesuatu yang penting.

“Ada like, comment, mention. Tapi dalam dunia digital, kita perlu memahami keamanan digital, kecakapan digital, etika digital dan budaya digital agar kita tidak hanya mampu mengoperasikan gawai secara baik dan bijak, tapi juga belajar memahami privasi orang lain,” kata Mira.

Baca juga: Akademisi: Manfaatkan teknologi digital secara positif dan produktif
Baca juga: Akademisi ingatkan masyarakat waspadai hoaks info kesehatan

 

Pewarta: Indriani
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2022