Jakarta (ANTARA) - Kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) ketiga secara berturut-turut sekaligus kenaikan kelima dalam setahun, diprediksi memperberat depresiasi kurs mata uang lokal negara-negara Timur Tengah.

Pada Kamis (22/9), mata uang lira Turki diperdagangkan di angka yang merupakan rekor terendah, yakni 18,42 lira Turki per 1 dolar AS, anjlok lebih dari 50 persen dari setahun lalu dan lebih dari 35 persen sejak awal tahun ini.

Sementara itu, nilai mata uang pound Mesir, yang diyakini sebagai mata uang yang relatif kuat, turun lebih dari 20 persen terhadap dolar AS dalam enam bulan terakhir, dan kini berada di kisaran 19,50.
 
   (Xinhua)


Sebelumnya, mata uang Lebanon pada Senin (19/9) merosot ke rekor terendah baru, yakni 39.000 pound Lebanon per 1 dolar AS di pasar paralel, dibanding kurs resmi yang ditetapkan senilai 1.507 pound Lebanon. Negara itu sedang berjuang keras menghadapi krisis ekonomi akut dan kebuntuan politik sejak Oktober 2019. 

Selain itu, inflasi tahunan (year on year) Israel, yang juga merupakan anggota OECD, naik menjadi 5,2 persen pada Juli, tertinggi sejak Oktober 2008.

Masih pada Senin, bank sentral Suriah menyesuaikan nilai tukar resmi pound Suriah terhadap dolar AS dari 2.814 menjadi 3.015, sementara kuotasi di pasar paralel telah mencapai angka 4.400.

Seiring dengan jatuhnya nilai mata uang, tingkat inflasi di negara-negara Timur Tengah pun meroket.

Indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) tahunan Turki, salah satu pendiri lembaga antarpemerintah Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Cooperation and Development/OECD), mencapai 80,21 persen pada Agustus, level tertinggi sejak 1998, menurut biro statistik negara tersebut.

Sementara itu di Tunisia, inflasi melonjak selama 11 bulan beruntun menjadi 8,6 persen pada Agustus, mencatatkan rekor tertinggi dalam tiga dekade.
 
      "Peran dolar sebagai mata uang utama yang digunakan dalam perdagangan dan keuangan global menunjukkan bahwa fluktuasinya memiliki dampak yang luas," menurut artikel bertajuk "Kenaikan Dolar Datangkan Kesulitan bagi Ekonomi Global" (Dollar's Rise Spells Trouble for Global Economies) yang dipublikasikan di Wall Street Journal. (Xinhua)


Tingginya inflasi dan depresiasi mata uang menyebabkan banyak warga biasa di Timur Tengah mengalami kesulitan keuangan karena hampir semua komoditas, bahkan termasuk alat tulis untuk anak-anak di beberapa negara, menjadi semakin mahal.

"Harga semua barang meningkat dua kali lipat, sehingga kami hanya bisa membeli barang-barang yang diperlukan saja," kata seorang ibu dengan dua anak asal Turki kepada Xinhua saat tahun ajaran baru dimulai.
 
(Xinhua) 


"Peran dolar sebagai mata uang utama yang digunakan dalam perdagangan dan keuangan global menunjukkan bahwa fluktuasinya memiliki dampak yang luas," menurut artikel bertajuk "Kenaikan Dolar Datangkan Kesulitan bagi Ekonomi Global" (Dollar's Rise Spells Trouble for Global Economies) yang dipublikasikan di Wall Street Journal. 

"Dolar AS sedang mengalami periode kenaikan (rally) yang hanya terjadi sekali di setiap generasi, lonjakan yang mengancam akan memperburuk perlambatan pertumbuhan dan meningkatkan kekhawatiran terkait inflasi bagi bank-bank sentral global," imbuh artikel itu.

"Jika Anda memperoleh lebih banyak apresiasi dolar, maka itu akan menjadi pengubah keadaan" bagi "pasar perbatasan (frontier markets) di titik kritis menuju krisis," ujar Gabriel Sterne, kepala penelitian emerging market di Oxford Economics.
 

Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
COPYRIGHT © ANTARA 2022