Tanjungpinang (ANTARA) - Kepulauan Riau merupakan salah satu provinsi yang berbatasan dengan sejumlah negara tetangga. Batas wilayah dari provinsi yang lahir 2 dekade lalu itu dikenal sebagai bagian utara wajah Indonesia.

Vietnam, Malaysia, Kamboja, dan Singapura merupakan negara yang berbatasan dengan Kota Batam, Kabupaten Natuna, Kepulauan Anambas, Karimun, dan Kabupaten Bintan. Hanya Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Lingga yang tidak berbatasan dengan negara-negara tersebut.

Pulau-pulau yang tersebar di Perairan Kepulauan Riau yang berbatasan dengan empat negara tersebut yakni Pulau Berakit, Pulau Sentut, Pulau Tokong Malang Biri, Pulau Damar, Pulau Mangkai, Pulau Tokong Nanas, Pulau Tokongberlayar, Pulau Tokongboro, Pulau Semiun, Pulau Sebetul, Pulau Sekatung, Pulau Senoa, ulau Subi Kecil, Pulau Kelapa, Pulau Tokonghiu Kecil, Pulau Karimun Anak, Pulau Nipah, Pulau Pelampung, Pulau Batu Pantai, Pulau Bintan, dan Pulau Malang Berdaun. Penetapan pulau terdepan Indonesia itu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37/2008.

Sebagian besar pulau terdepan di Kepri itu tidak berpenghuni, namun pemerintah membangun prasasti  sebagai tanda bahwa pulau itu bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia. Pulau terdepan adalah patok kawasan negara yang berbatasan dengan negara lainnya.

Kepulauan Riau sendiri memiliki 1.796 pulau. Sebagai provinsi dengan pulau terbanyak di Indonesia dan luas lautan mencapai 96 persen, tidak berlebihan menyebut Kepulauan Riau sebagai miniatur Indonesia. Apalagi Presiden Joko Widodo ingin Indonesia menjadi negara maritim yang kuat dan maju.

Cita-cita Presiden Joko Widodo merupakan langkah strategis dalam mengedepankan kedaulatan negara yang kuat dan peningkatan perekonomian dari ujung negeri hingga ke perkotaan.

Membangun negara dengan pertahanan dan keamanan yang kuat di kawasan perbatasan bukan pekerjaan yang mudah. Pemerintah membutuhkan energi yang besar dan strategi jitu untuk memoles wajah Indonesia.

Strategi membangun kawasan perbatasan merupakan bagian yang penting untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, pemerintah, dan negara. Strategi membangun kawasan perbatasan semestinya diukir dari hulu sehingga terjawab keinginan negara. Penyelesaian permasalahan tanpa mengedepankan strategi yang mengulik lebih dalam akar permasalahan di kawasan perbatasan hanya membuang-buang energi.

Akar permasalahan di kawasan perbatasan bukan sebatas di sektor pertahanan keamanan. Juga tidak hanya terpaku pada urusan alutsista, kapal perang, pesawat tempur, dan tentara.

Ibarat rumah dengan halaman yang subur, kawasan perbatasan di Kepulauan Riau seperti rumah tanpa penghuni. Halaman yang subur itu pun tidak dikelola pemilik, yang hanya sesekali memantau rumah itu. Kondisi itu diketahui para tetangga sehingga tetangga yang nakal mengambil keuntungan dari halaman yang subur itu.

Belajar dari pengalaman itu, akar permasalahan terbesar dalam pengelolaan kawasan perbatasan adalah belum ada kehidupan sampai sekarang. Untuk membangun kehidupan di kawasan perbatasan tidak mungkin hanya mengandalkan sektor pertahanan keamanan, tapi perlu sentuhan lain.

Kebijakan mengelola ancaman dan tantangan di pulau dan perairan yang berbatasan dengan negara tetangga itu menjadi peluang bukan sekadar opsi, melainkan target utama menjamah akar permasalahan di kawasan perbatasan. Berawal dari gagasan itu, maka pertahanan keamanan tidak dapat berdiri sendiri mengandalkan tentara dan alutsista, melainkan membutuhkan warga sebagai unsur utama pendukung.

Warga pun tidak mungkin mampu bertahan di pulau tanpa fasilitas pendukung. Lantas apa yang harus dilakukan?

Kombinasi antara pertahanan keamanan, sumber daya manusia, dan sumber daya alam sebagai kekuatan maritim, dibutuhkan sebagai alas membangun kehidupan di kawasan perbatasan. Pemanfaatan sumber daya perairan dan potensi pulau-pulau diyakini mampu membangun kehidupan baru di kawasan tersebut.

Sumber pendapatan

Perbatasan Kepri di Selat Philip dan Selat Malaka, misalnya, berpotensi menghasilkan uang. Ratusan kapal setiap hari lalu-lalang melintasi perairan tersebut. Retribusi dari parkir kapal merupakan salah satu sumber pendapatan, selain bisnis turunan seperti penyediaan air bersih, makanan, dan BBM.

Perdagangan lintas negara yang melalui kawasan perbatasan di wilayah Kepri juga dapat menghasilkan rupiah. Pulau yang berbatasan dengan negara tetangga dapat menyediakan kebutuhan awak kapal.

Kapal tidak akan berlabuh bila tidak ada kehidupan di pulau tersebut. Pulau itu pun hanya berguna sebagai batas negara bila tidak dikelola untuk kegiatan perekonomian. Lantas harus mulai dari mana?

Jaminan keamanan investasi di pulau tersebut merupakan satu hal terpenting, selain penyediaan fasilitas umum seperti pelabuhan, jalan, bangunan, dan fasilitas kesehatan di daratan pulau.

Di sisi lain, pulau yang berbatasan dengan negara tetangga juga dapat dikembangkan sebagai objek wisata. Misalnya, Pulau Nipah, Batam, yang berhadapan langsung dengan gedung pencakar langit Singapura, potensial dikembangkan sebagai objek wisata.

Pulau Nipah dengan luas 5 hektare -- saat laut pasang -- hanya berjarak 27 km dari Singapura. Jarak Pulau Nipah dari Pulau Belakang Padang, Batam juga hanya 27 km.

Pulau Nipah pada masa lalu nyaris lenyap secara dramatis akibat penyedotan pasir yang dilakukan secara masif. Tahun 2004, pemerintah melakukan reklamasi untuk memperluas pulau yang sempat mengecil akibat penambangan pasir ilegal tersebut.

Kini, Pulau Nipah dapat diperluas untuk membangun sektor perekonomian, pertahanan, dan kehidupan warga. Pembangunan Pulau Nipah merupakan upaya menghias wajah Indonesia, sekaligus meningkatkan pendapatan daerah dan negara.

Potensi kemaritiman lainnya di pulau-pulau yang berbatasan dengan negara tetangga juga dapat digarap, seperti jasa pelabuhan perikanan, cold storage, dan tempat pelelangan ikan. Di kawasan perbatasan di Natuna, pelabuhan perikanan dan cold storage sudah terbangun, namun tempat pelelangan ikan belum berjalan.

Mengelola pulau tanpa kehidupan menjadi kawasan yang produktif memang bukan hal mudah, namun bisa diwujudkan dengan kesungguhan.

Pengelolaan pulau terdepan berbasis teknologi bakal mempercepat terwujudnya visi Presiden Joko Widodo membangun Indonesia sebagai negara maritim yang kuat, maju, dan berwibawa. ***2***




 

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2022