Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak dan keluarga dari Universitas Indonesia Roslina Verauli menerangkan bahwa komunikasi yang sehat dengan sikap asertif menjadi kunci dalam penyelesaian konflik di dalam keluarga.

"Jika Anda pasif, suami pasif, hubungan cenderung membosankan dan kedekatannya rendah. Kalau Anda pasif, pasangan agresif, maka pasangan Anda dominan, kedekatannya rendah. Kalau sama-sama agresif, yang terjadi adalah konflik melulu. Jadi yang paling tepat adalah asertif," kata Vera dalam acara bincang-bincang mengenai kesehatan mental yang diikuti dari Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan, asertif merupakan keterampilan dalam komunikasi yang membantu seseorang mengekspresikan diri dengan tetap menjaga dan menghargai hak dan perasaan lawan bicara.

Untuk menjadi asertif, Vera mengatakan bahwa pasangan harus mampu saling bercerita dari perspektif masing-masing dan menggunakan ‘i-message’ agar tidak fokus menyalahkan pasangan.

Baca juga: Akademisi: Gunakan kalimat positif saat berkomunikasi dengan anak
Baca juga: Pentingnya membangun komunikasi dengan anak

I-message' merupakan gaya atau teknik komunikasi yang berfokus pada perasaan dan tidak menyalahkan lawan bicara.

"Jangan pakai ‘you-message’ karena itu kesannya menyerang. ‘You-message’ cuma boleh dalam relasi intimate, dipakai untuk memuji. Kalau menyampaikan keluhan, buka diri Anda, mana yang membuat Anda kesal, marah, emosinya seberapa besar," jelas Vera.

Lebih lanjut, ia menjelaskan komunikasi yang sehat juga ketika suami dan istri memiliki kesempatan yang sama untuk berbicara dan menyampaikan perasaan dengan sangat jelas serta fokus pada topik. Selain itu, suami dan istri juga harus saling mendengarkan dan memberikan feedback atau respon.

Menurut Vera, jika suami dan istri sudah mampu melakukan aspek-aspek tersebut, maka relasi dalam keluarga akan menyenangkan. Pasalnya, setiap individu akan menghayati bahwa dia cukup dicintai dan diterima dengan baik oleh pasangannya.

"Ini adalah ciri-ciri mereka dengan good mental health. Dampaknya apa kalau relasinya baik? Dia juga akan handal secara sosial untuk good deal, jadi selalu win-win (dalam melakukan kesepakatan). Dia mampu mengambil keputusan terbaik untuk dirinya karena penghayatan tentang dirinya positif.," kata Vera.

Namun, jika keluarga ternyata tidak terlalu mampu menjadi tempat aman untuk mengekspresikan diri dan perasaan, Vera menyarankan untuk meminta bantuan pada orang lain yang Anda percaya atau menemui profesional seperti psikolog klinis, psikiater, konselor, pekerja sosial, dan terapis.

Baca juga: Akademisi: Harganas momentum perkuat komunikasi keluarga
 

Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2022