Jakarta (ANTARA) - Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) menyebutkan bahwa perlu kolaborasi lintas sektoral untuk penanganan limbah pangan di Indonesia.

“Keberhasilan penanganan limbah pangan menjadi salah satu faktor kunci dalam mengantisipasi potensi krisis pangan dan pengentasan daerah rentan dan rawan pangan di Indonesia,” ujar Kepala NFA Arief Prasetyo Adi,dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, NFA mendukung pengurangan limbah pangan sesuai target RPJMN 2020-2024 melalui Peningkatan Tata Kelola Sistem Pangan Nasional. Namun demikian, keberhasilan penanganan limbah pangan memerlukan komitmen bersama dan kolaborasi lintas sektor.

“Dalam upaya mengurangi limbah pangan, diperlukan sinergi dan kolaborasi dengan seluruh stakeholders pangan dari hulu ke hilir bersama sektor pentahelix yakni pemerintah, akademisi, bisnis, komunitas, dan media,” kata dia.

Baca juga: Pengamat: Pemerintah harus perdalam edukasi soal limbah makanan

Pengurangan limbah pangan menjadi perhatian serius Indonesia dan negara-negara di dunia sesuai komitmen dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-12 poin ketiga.

Menurut Arief, sesuai SDGs negara-negara di dunia diharapkan dapat mengurangi 50 persen limbah pangan per kapita di tingkat ritel dan konsumen pada tahun 2030. Upaya pengurangan limbah pangan telah sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo, sebagai bentuk antisipasi menghadapi krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan yang melanda dunia internasional saat ini.

Dalam momen tersebut, NFA juga memberikan penghargaan dan apresiasi kepada 11 perusahaan dan organisasi yang aktif mengurangi dan mengkampanyekan gerakan bebas limbah pangan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan, para pengusaha ritel Indonesia siap mendukung upaya NFA dalam mengkonsolidasikan gerakan penanganan limbah pangan.

“Gerakan tersebut telah berjalan secara mandiri namun perlu diakselerasi bekerja sama dengan NFA melalui pengembangan sistem dan platform, seperti alat dan tempat penampungan pangan potensi limbah pangan dan SDM,” kata Roy.

Baca juga: Mentan ajak negara dunia tekan "food loss and waste"

Menurut dia, masalah pemborosan pangan juga merupakan masalah budaya. Perilaku masyarakat dalam mengonsumsi makanan terbentuk dari sistem nilai yang menjadi kebiasaan.

Dekan FISIP Universitas Indonesia Prof Semiarto Aji Purwanto mengatakan rumah tangga menyumbang sampah makanan yang cukup besar.

“Misalnya yang terjadi dalam keseharian, kita menyimpan makanan di kulkas sebagian terbuang,” kata Semiarto.

Foodbank of Indonesia (FOI) menyampaikan bahwa bank pangan memiliki peran penting untuk mengatasi kerawanan pangan dan gizi. Bank pangan yang dipelopori perempuan bisa menjadi solusi mengatasi kerawanan pangan dan gizi.

FOI mendorong terbentuknya jaringan bank pangan hingga tingkat kecamatan yang menyimpan pangan kelebihan industri dan keluarga serta dari sumber-sumber sekitar komunitas masyarakat.

Baca juga: NFA upayakan pengurangan food loss-food waste antisipasi krisis pangan

“Sampah makanan bernilai Rp330 triliun yang kita hasilkan selama ini, dapat digunakan untuk mengatasi kerawanan pangan dan gizi melalui bank pangan di seluruh pelosok Indonesia,” kata pendiri FOI M Hendro Utomo.

Pewarta: Indriani
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2022