Jepara (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) terus menyosialisasikan kakus atau Water Closet (WC) kering ramah lingkungan dan hemat air yang dapat menjadi cara penyelesaian masalah menghadapi krisis air bersih di Indonesia, terutama Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Peneliti LIPI, Sinta Neniwardani, ketika menyosialisasikan WC kering dalam "Jeparatech Expo" di Jepara, Selasa, menjelaskan, bahwa sistem bio-toilet itu menggunakan medium serbuk kayu sebagai matriks penangkap limbah organik padat dan cair, agar kotoran terolah secara biologis dengan cepat tanpa menimbulkan bau. Teknologi WC kering yang diperkenalkan LIPI tersebut jauh lebih sedikit mengonsumsi air ketimbang WC konvensional yang sangat boros air. Air hanya digunakan untuk membersihkan lubang WC dan diri pemakai. Sinta menambahkan, WC kering tidak memerlukan pembuatan saluran pembuangan, sebab bio-toilet tersebut mudah dipindah (portable) dan dapat pula dipadukan untuk pembuangan limbah dapur. Bio-toilet tersebut, katanya, cocok dibangun di daerah yang sistem sanitasinya belum memadai, kondisi lingkungan yang buruk, keterbatasan lahan, ketiadaan saluran buangan air kotor, dan kurangnya air bersih. WC kering rekayasa LIPI itu berbentuk sederhana, meliputi lubang WC (duduk/jongkok), lubang udara, serbuk gergaji (bisa kayu atau bahan organik lain), pemanas (bila diperlukan), dan pengaduk. Dari luar, WC kering LIPI tersebut bentuknya mirip meja kerja. Menurut Sinta, secara teknis konstruksi WC kering tersebut bisa dikerjakan oleh bengkel biasa, karena bahan yang digunakan juga mudah didapat dan banyak pilihan, misalnya untuk bahan utamanya bisa memakai besi anti-karat, serat, atau polimer kuat lainnya. Motor yang digunakan untuk mengaduk limbah juga mudah didapat di pasar, karena berdaya putar relatif rendah, ujarnya. Secara teknis dan kesehatan, LIPI menglaim bahwa hasil rekayasa mereka itu layak dimanfaatkan masyarakat luas, namun pengenalan teknologi baru yang berkait dengan budaya masyarakat tidak selalu mudah diterima, karena hal ini akan mengubah perilaku. "Tantangan terbesar dari perbaikan sanitasi di masyarakat adalah persepsi umum bahwa WC atau kakus merupakan ruang kotor yang berada di belakang, bukan tempat untuk membersihkan diri," katanya. Padahal, kata Sinta, penerapan bio-toilet tersebut merupakan salah satu solusi jitu menuju sanitasi berkelanjutan dan penghematan air. Untuk membuat WC kering ini, menurut dia, juga relatif mudah. "Jeparatech Expo 2006" yang berlangsung di Gedung Wanita, dan dibuka Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kusmayanto Kadiman itu berlangsung pada 11 hingga 15 April 2006, yang menyelenggarakan sejumlah seminar dan pameran hasil temuan para peneliti LIPI. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006