Medan (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan terpidana mati Cibo Cs dalam kasus provokasi kerusuhan Poso, Sulawesi Tengah tahun 2000 lalu telah diberikan haknya mengajukan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) dan permohonan grasi kepada Presiden. Terpidana mati tersebut telah mengajukan haknya seperti yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang, katanya kepada wartawan di Medan, Selasa, usai berbicara dalam diskusi panel bertajuk "Peran Kejaksaan dalam Penegakan Supremasi Hukum pada Era Reformasi". Fabianus Tibo, Marianus Riwu, dan Dominggus da Silva dianggap sebagai dalang dan provokasi kerusuhan Poso tahun 2000 lalu. Tiga terpidana mati tersebut pernah mengajukan grasi pada 13 April 2005, namun permohonan grasi yang mereka ajukan tersebut ditolak oleh Presiden. Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah saat ini sedang mempersiapkan eksekusi mati terhadap ketiga terpidana mati dalam kasus Poso tersebut. Rahman yang juga mantan Hakim Agung itu menambahkan, kasus terpidana mati tersebut merupakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sehubungan itu, katanya, putusan tersebut harus dilaksanakan eksekusinya oleh aparat Kejaksaan, dan ini adalah berdasarkan Undang-Undang, dan bukan kemauan dari Kejaksaan. Putusan hukuman mati tersebut juga terjadi pro dan kontra, ada yang menyetujuinya dan ada juga yang menolaknya, ujar Rahman yang juga mantan pengacara. Bahkan, jelasnya, kalau di Indonesia dan Amerika Serikat pemberlakuan hukuman mati tersebut masih setuju, namun masyarakat kalau di negara Eropa hukuman mati tersebut tidak setuju. Dalam masalah hukuman mati ada bermacam-macam pendapat, seperti yang dilakukan salah satu peneliti dari Amerika Serikat, namun lebih banyak negara-negara di dunia setuju pemberlakuan hukuman mati tersebut.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006