Kabupaten Mukomuko (ANTARA) - Sebanyak lima petani di Kecamatan Malin Deman Kabupaten Bengkulu Utara diduga mengalami kriminalisasi setelah Polres Mukomuko menangkap dan menetapkan lima petani tersebut sebagai tersangka tanpa mengetahui dasar hukum penetapan tersebut dari pihak kepolisian.

"Saya melihat ada yang ditutupi oleh penyidik dari penetapan tersangka klien kami, karena penyidik tidak dapat menjelaskan dasar penetapan tersangka dan legal standing PT.DDP selaku pelapor, karena lahan yang dipanen tersebut adalah milik saudara Hamdi yang digarap dari sekitar tahun 1989 sebelum adanya PT.BBS apalagi PT.DDP," kata kuasa hukum petani Saman Lating di Bengkulu, Jum'at.
 
Ia menyebutkan bahwa pada Rabu (5/10) salah satu petani Hamdi dan tiga orang memanen sawit di lahan garapannya, kemudian dipanggil oleh Polres Mukomuko Provinsi Bengkulu untuk dimintai keterangan dalam dugaan perkara pencurian buah sawit.
 
Pemanggilan tersebut berdasarkan laporan polisi nomor: LP/B/556/IX/2022/SPKT/Polres Mukomuko/Polda Bengkulu pada 20 September 2022.
 
Kemudian ketiga buruh tersebut menghadap penyidik untuk dimintai keterangan sebagai saksi, sekitar pukul 16.15 WIB Kanit Pidum meminta Hamdi masuk ke ruangan penyidik guna dimintai keterangan sebagai saksi atas laporan PT.Dharia Dharma Pratama (DDP) tersebut.
 
Sekitar pukul 20.30 WIB Hamdi, Randa Fernando, Muhtar dan Dosi Saputra selesai dimintai keterangan oleh penyidik dan diminta untuk menunggu di luar ruangan karena langsung dilakukan gelar perkara dan hasil gelar perkara tersebut ditetapkan sebagai tersangka.
 
Selanjutnya, Saman mempertanyakan dasar penetapan kliennya sebagai tersangka dan legal standing PT. DDP sebagai pelapor kepada pihak kepolisian namun pertanyaan itu tidak mendapatkan jawaban.
 
Sementara itu, saat dikonfirmasi Kasat Reskrim Polres Mukomuko Iptu Susilo membenarkan adanya penetapan tersangka kelima petani tersebut.
 
"Memang kelima petani tersebut ditetapkan tersangka setelah anggotanya melakukan gelar perkara," ujarnya.
 
Untuk pasal yang diterapkan, kata dia, yaitu pasal 363 KUHP tentang tindak pidana pencurian karena kelima petani tersebut diduga melakukan pencurian Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit.
 
Selain itu, berdasarkan hasil penyelidikan, pihaknya menemukan barang bukti yang cukup kuat untuk menetapkan kelima petani tersebut sebagai tersangka.
 
"Hasil penyidikan ditemukan cukup bukti sehingga hasil gelar perkara menetapkan beberapa tersangka dengan menyita barang bukti berupa TBS, alat tani dan sebagainya," terang Susilo.
 
Pada 1986 sebelum adanya Hak Guna Usaha (HGU) PT.Bina Bumi Sejahtera (BBS) Lahan yang menjadi lahan konflik merupakan wilayah adat Kecamatan Malin Deman.
 
Hal tersebut dibuktikan dengan penguasaan lahan oleh masyarakat adat setempat dan lahan digunakan warga untuk menanam padi,kopi, dan jengkol di Desa Talang Arah Kecamatan Malin Deman.
 
Salah satu masyarakat adat yang mengelola wilayah tersebut yaitu Darmin (65) menjelaskan pada 1991-1992 PT.Bina Bumi sejahtera (BBS) mulai melakukan pengukuran lahan dan mulai melakukan penggusuran secara sepihak dikarenakan petani yang menggarap lahan tersebut tidak mau menjual tanah yang telah kelola secara turun temurun.
 
Kemudian 01 Agustus 1995 Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bengkulu Utara menerbitkan sertifikat HGU PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) dengan Nomor 34 dengan luas 1.889 hektare dengan jenis komiditi kakao/coklat.
 
Sertifikat diterbitkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanahan Nomor: 42/HGU/BPN/95 pada 12 Juni 1995.

Pewarta: Anggi Mayasari
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2022