Jakarta (ANTARA) - Fort Canning Park, kompleks taman seluas 18 hektar yang indah, bisa menjadi tujuan awal bagi para turis yang berkunjung ke Singapura, terutama bagi mereka yang ingin tahu seputar sejarah perang dunia di Negeri Singa ini.

Pada kesempatan ini, Agoda bersama Singapore Tourism Board (visit Singapura) kembali memberikan kesempatan untuk ANTARA mengeksplorasi Singapura. Fort Canning Park memiliki berbagai ornamen penting di dalamnya yang patut untuk dijadikan bahan pengetahuan mengenai kejadian-kejadian masa perang dunia kedua.

Dulunya, kawasan ini adalah kawasan para bangsawan-bangsawan Melayu yang sempat memerintah di lokasi tersebut. Lokasi ini juga dinyatakan sebagai saksi mata menyerahnya pasukan Inggris terhadap pasukan Jepang yang saat itu berseteru.

Baca juga: Hiasan lampu warna-warni sambut perayaan Dipawali di Singapura

"Fort Canning Hill adalah salah satu landmark paling bersejarah di Singapura. Sangat mungkin bahwa dalam abad ke-14, istana kerajaan penguasa melayu kuno berdiri di puncak "Bukit Terlarang"," tulis situs resmi National Park Singapore yang dikutip pada Senin.
 
Fort Canning Park, Singapura. (ANTARA/Chairul Rohman)

Lokasi ini memang memiliki kemiripan dengan apa yang ada di Fort Siloso, dimana keduanya banyak menyimpan cerita-cerita bersejarah masa perang dunia kedua antara Jepang dan Inggris di daratan Singapura.

Kesinambungan antara Fort Siloso dan Fort Canning Park memang tidak bisa dipisahkan, kedua tempat ini memang menjadi buktinya sejarah peperangan yang terjadi di Singapura antara Jepang dan Inggris pada masa itu.

Pada masa itu, ketika Inggris datang sekitar tahun 1819, mereka banyak mengambil keuntungan dari sumber daya dengan beberapa cara. Untuk itu, Sir Stamford Raffles (Letnan Gubernur Hindia Inggris dan Letnan Gubernur Bencoolen) membangun bungalonya, dan merupakan tempatnya tempat tinggal untuk garis panjang gubernur.

Sekitar tahun 1860, bukit itu diubah namanya menjadi Fort Canning sebagai bentuk penghormatan untuk Viscount Charles John Canning, Gubernur Jenderal dan Raja Muda pertama India.

Baca juga: AirAsia kembali beroperasi di Terminal 4 Bandara Changi Singapura

Berlanjut ke tahun-tahun berikutnya, tepatnya pada tahun 1920-an–1930-an. Bukit itu diubah menjadi benteng artileri yang banyak dijadikan tempat-tempat peristirahatan tentara (barak), markas perwira, tepat penyimpanan bubuk mesiu dan juga rumah sakit.

Selain itu, di kawasan ini juga terdapat sebuah bunker yang terletak di bawah tanah yang mereka sebut sebagai Battle Box juga dibangun selama periode tersebut.
 
Fort Canning Park, Singapura. (ANTARA/Chairul Rohman)

Tidak hanya itu saja, lokasi ini juga memberikan penjelasan beberapa sejarah penting yang terjadi di sini. Battle Box juga menjadi saksi sejarah ketika Letnan Jenderal Percival harus mengambil keputusan pahit untuk mengalah kepada Jepang pada masa itu.

Untuk bisa mencapai lokasi ini secara keseluruhan, disarankan wisatawan harus memiliki kondisi dan stamina yang fit. Karena, taman bersejarah yang luas ini akan bisa menguras banyak energi.

Baca juga: Singapore Tourism Board perkuat kerja sama dengan agen perjalanan

Meski begitu, untuk menyusuri seluruh area taman yang banyak ditumbuhi dengan pepohonan membuat suasana menjadi segar dan juga asri yang membuat tidak terasa untuk mengelilingi semua kawasan tersebut.

Di area ini, tumbuh berbagai tanaman asli seperti Daun lebar yang megah, Saga dan Yellow Flame. Selain itu anda juga bisa menjumpai burung-burung lokal seperti Black Naped Orioles, Collared Kingfishers, Asian Koels, dan Yellow-vented Bulbuls yang membuat taman ini menjadi rumah bagi mereka.

Taman ini juga memiliki sembilan area yang berbeda mulai dari Pancur Larangan, Artisan's Garden, Sang Nila Utama Garden, Jubilee Park, Raffles Garden, First Botanic Garden, Farquhar Garden, Spice Garden, dan Armenian Street Park.

Baca juga: Menyambangi kompleks Masjid Sultan Singapura

Baca juga: Mengunjungi museum perang di Singapura

Baca juga: Menelusuri Museum Neraka "Haw Par Villa" di Singapura

Pewarta: Chairul Rohman
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022