Surabaya (ANTARA News) - Tokoh NU KH Sholahuddin Wahid (Gus Sholah) menolak tawaran menjadi Duta Besar (Dubes) RI untuk Aljazair karena dipercaya memimpin Pesantren Tebuireng, Jombang, Jatim, menggantikan KH Yusuf Hasyim (Pak Ud). "Saya memang sudah lama minta untuk diganti karena usia dan kesehatan, kemudian keluarga melakukan rapat beberapa kali dan pilihan akhirnya jatuh kepada Gus Sholah," kata Pak Ud ketika dihubungi ANTARA News dari Surabaya, Rabu. Putra pendiri NU dan pendiri Pesantren Tebuireng, Jombang, Hadratussyeikh KH Haysim Asy`ari itu menjelaskan, pergantian dirinya kepada Gus Sholah itu dilakukan di hadapan ribuan santri dan alumni pada 13 April 2006. "Pergantian kepemimpinan di Pesantren Tebuireng seperti itu sebenarnya bukan hal baru bagi kami, dan Tebuireng memang ingin memberi contoh yang baik kepada pesantren lain agar proses pergantian terjadi secara kondusif," katanya. Menurut dia, pergantian kepemimpinan dari Hadratussyeikh KH Hasyim Asy`ari (ayahnya) kepada KH Wahid Hasyim (ayah Gus Sholah) dilakukan ketika ayahnya meninggal dunia, sedangkan dari KH Wahid Hasyim ke KH Ahmad Baidlowi dan dari KH A Baidlowi ke KH Choliq justru saat masih hidup. "Dari KH Choliq kepada saya memang dilakukan saat beliau sudah meninggal dunia, tapi saya ingin meneladani pendahulu saya dengan melakukan pergantiaan saat masih segar bugar," katanya. Ia menambahkan, Gus Sholah semula memang menerima tawaran dari Sekjen Deplu untuk menjadi Dubes RI di Aljazair melalui surat nomer 116/CK/II/2006/16/02 tertanggal 24 Februari. "Tapi, tawaran itu sudah dibalas pada 11 April 2006 dengan penuh penyesalan karena penghormatan dan kepercayaan itu tak dapat dipenuhi akibat ada perkembangan baru dalam rapat keluarga, yakni tugas menjadi pengasuh yang mengharuskan tinggal di Jombang," katanya. Proses pengalihan kepemimpinan Pontren Tebuireng itu dilatarbelakangi kondisi Pak Ud, yang belakangan kesehatannya menurun, setelah menjalani beberapa kali operasi yang membuatnya tidak optimal dalam memimpin pesantren.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006