Jakarta, (ANTARA News) - Populasi gajah di Indonesia telah berkurang lebih dari 50 persen selama dua puluh tahun dari sekitar 4.500 ekor pada 1985 menjadi hanya 2.000 ekor pada saat ini. "Gajah tersebut tersebar di Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumbar, Riau, Sumut, dan Aceh," kata Dirjen Perlindungan Hutan dan Koservasi Alam, Arman Malolongan, di Dephut, Jakarta, Selasa (11/4). Gajah-gajah tersebut selain berada di habitatnya juga berada di luar habitat. Gajah yang berada di luar habitat sekitar 635 ekor yakni berada di Pusat Pelatihan Gajah (PLG) 310 ekor. Taman rekreasi dan kebun binatang 173 ekor, serta di perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) sekitar 152 ekor. Namun keberadaan gajah di HPH tersebut perlu diteliti lagi apakah masih ada atau tidak. Sekitar tahun 1990-an, Dephut meminta HPH untuk memelihara gajah yang saat itu banyak yang mengamuk akibat habitatnya semakin berkurang. Gajah-gajah tersebut sudah terlatih dan diharapkan dapat membantu perusahaan untuk mengangkut kayu. Mengenai penyebab berkurangnya populasi gajah tersebut, Arman mengatakan, untuk gajah yang tinggal di tempat habitanya antara lain karena fragmentasi habitat sehingga habitat gajah yang semula satu kesatuan menjadi terpisah-pisah. "Padahal gajah perlu tempat yang luas," katanya. Selain itu juga terjadi degradasi habitat antara lain akibat perubahan fungsi hutan terutama di Sumatera Utara dan Riau. "Perambahan hutan juga banyak terjadi di Lampung," kata Arman. Penyebab turunnya populasi gajah yang tidak kalah pentingnya adalah perburuan liar antara lain untuk mengambil gading gajah. Sebagai contoh, katanya, baru-baru ini sebanyak enam gajah mati diburu di Tapanuli Selatan, Sumut (sebelumnya disebutkan di Riau). Saat ini sudah ada titik temu pelaku pembunuhan gajah tersebut. "Targetnya adalah menemukan mereka yang meracun gajah dan yang mengambil gadingnya," kata Arman. Sebelumnya LSM lingkungan WWF telah mengirim surat kepada Presiden yang isinya meminta perhatian pemerintah dalam penanganan gajah khususnya di Riau karena dalam dua bulan terakhir setidaknya 12 ekor gajah kedapatan mati terbunuh. Mengenai penangkapan gajah oleh Pemda Riau, Arman mengatakan, bahwa tindakan penangkapan harus menjadi tindakan yang terakhir karena mengandung risiko tinggi. Selain memerlukan biaya tinggi untuk membius, juga belum ada cara yang membuat gajah tersebut tidak cidera. Gajah yang telah dibius biasanya dirantai. Setelah siuman, gajah seringkali berontak sehingga menyebabkan kakinya terluka. Ia mengatakan, dari 10 gajah yang ditangkan, sebanyak dua gajah kondisinya kritis karena luka parah. Saat ini, kata Arman, sudah dikirim dokter hewan untuk menangani gajah tersebut. Mengenai upaya untuk mengamankan populasi gajah, Arman mengatakan, pihaknya akan berupaya keras agar gajah-gajah tersebut dapat berkembang biak. Pemerintah, katanya, antara lain berupaya memperluas habitat gajah seperti yang dilakukan di Riau yakni memperluas Taman Nasional Tesonilo. Pada habitat gajah yang sudah terfragmentasi, diupayakan dibuat koridor sehingga gajah dapat menyeberang dari satu habitat ke habitat lainnya yang terpisah. Upaya lain adalah translokasi atau memindahkan gajah dari satu lokasi ke lokasi lain yang lebih cocok, kapasitas personel akan ditingkatkanm dan merestorasi taman nasional yang rusak.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006