Jakarta (ANTARA News) - Obligasi infrastruktur diusulkan agar digunakan untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur yang sudah berjalan, sedangkan untuk dana awal bisa digunakan pembiayaan dari sektor perbankan. Hal itu diungkapkan mantan Ketua Tim Pembiayaan Infrastruktur, Raden Pardede, di Jakarta, Jumat. "Bank bisa berfungsi sebagai `bridging`. Awalnya bisa saja dibiayai oleh bank. Kemampuan bank kan short term. Untuk masa konstruksi bisa saja dia biayai. Tapi dengan catatan, perusahaan pemegang proyek ini kemudian mengeluarkan obligasi yang akan digunakan untuk mengembalikan pendanaan bank sehingga bank masuk hanya untuk modal kerja," jelasnya. Dia menambahkan nantinya obligasi yang dikeluarkan dapat berjangka waktu 10 atau 15, atau bahkan 20 tahun. "Obligasi infrastruktur tersebut nantinya akan dikelola oleh `fund manager`. Itu di luar pemerintahan," katanya. Sedangkan untuk modal awal penerbitan obligasi, dia menjelaskan, Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah menjanjikan akan memberi pinjaman, sehingga bisa dikeluarkan surat utang atau obligasi yang dijamin oleh Bank Dunia dan ADB. "Nantinya surat utang itu bisa dijual kepada pihak luar atau dalam negeri," katanya. Namun, katanya menjelaskan, proyek-proyek itu sendiri haruslah "bankable" atau "viable" yang berarti harus ada proses penelitian dan perhitungan atas semua proyek-proyek tersebut. "Siapa yang memegang proyek itu menjadi penting karena jangan-jangan dipegang oleh broker yang tidak punya ekspertis," katanya Untuk itulah, ujarnya, pemerintah juga akan membentuk suatu unit pengelolaan resiko yang berada di bawah Departemen Keuangan dengan tugas untuk menghitung resiko-resiko yang mungkin ada. "Dia akan memikirkan sampai batas mana resiko bisa ditanggung pemerintah sehingga pemerintah nantinya bisa juga mengeluarkan suatu garansi terhadap satu proyek. Tapi pemerintah harus menghitung resikonya berapa sehingga resiko itu jadi resiko yang bisa dihitung. Kemudian dalam anggaran pemerintah bisa saja disediakan setiap tahun Rp500 miliar hingga Rp1 triliun khusus untuk garansi tersebut," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006