Jakarta (ANTARA News) - Panglima TNI, Marsekal TNI Djoko Suyanto, mengemukakan bahwa hingga kini pihaknya belum melakukan pemesanan senjata baru dari Amerika Serikat (AS), seperti pistol, senapan mesin dan peluru kendali. "Sejumlah senjata yang diduga akan diekspor ke Indonesia, oleh dua orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang tertangkap di Hawaii, bukan merupakan pesanan TNI," katanya, ketika dihubungi ANTARA News di Jakarta, Jumat malam. Ia mengemukakan, salah seorang WNI yang tertangkap adalah rekanan TNI Angkatan Udara untuk mengecek kondisi radar pesawat F-5 Tiger yang sejak lama tertahan di AS akibat embargo yang diberlakukan negara adidaya tersebut. "Kontrak tentang verifikasi atau pengecekan terhadap radar F-5 itu resmi dan sudah selesai dilaksanakan. Setelah selesai melakukan pengecekan, yang bersangkutan singgah dulu di Hawaii sebelum bertolak ke Indonesia," tutur Djoko. Tetapi, Panglima TNI menegaskan, yang jelas sejumlah senjata, seperti senapan mesin, pistol dan peluru kendali bukan pesanan TNI. "Yang itu bukan pesanan kita," ujarnya. Dari Detroit dilaporkan, pihak otoritas Federal setempat menahan empat orang, termasuk dua WNI, pada 9 April 2006 dengan tuduhan pembelian senjata secara ilegal yang terdiri atas ratusan pistol, senapan mesin, peluru kendali, dan radar. Dalam laporan persidangan tersebut, tidak disebutkan alasan dan bagi kepentingan siapa pembelian senjata itu dilakukan. "Tetapi, yang jelas, peristiwa ini memberikan dampak serius bagi keamanan nasional AS," kata U.S. Attorney Stephen Murphy III of Detroit, seperti yang dilansir kantor berita Associated Press (AP). Akibat tindak kejahatan yang dilakukan, masing-masing akan dikenai sanksi lima tahun penjara dan denda 250 ribu dollar AS. Empat orang atas nama Hadianto Djoko Djuliarso (41) WNI, Ibrahim Bin Amran (46) (warga negara Singapura), Ignatius Ferdinandus Soeharli, dan David Beecroft (belum diketahui usai dan asal kewarganegaraan), ditangkap saat mengadakan pertemuan dengan seorang pengusaha asal Detroit, di Hawaii. Dalam pertemuan itu dibicarakan tentang pembelian sejumlah senjata yang akan dikapalkan ke Indonesia melalui Singapura. Masih menurut laporan AP, Hadianto dan Ibrahim adalah pemilik empat perusahaan yang beroperasi di Indonesia serta Singapura. Sedangkan Soeharli berperan sebagai penyandang dana dalam pembelian tersebut dan Croft merancang pengapalan sejumlah senjata itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006