Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik Islam Yon Machmudi mengingatkan bahwa politik identitas harus dikelola dengan baik agar tidak menghambat laju pertumbuhan demokrasi di Indonesia.

Dalam siaran pers Persatuan Mahasiswa Indonesia di Kanada (Permika) yang diterima ANTARA di Jakarta, Selasa, Yon Machmudi mengingatkan bahwa tidak selamanya politik identitas itu bersifat negatif atau destruktif.

"Politik identitas merupakan salah satu realitas yang ada di Indonesia, yang keberadaannya tidak dapat ditolak oleh siapapun," kata Yon dalam diskusi yang diselenggarakan Permika di Montreal, Kanada, dengan tema “Kontestasi Politik Identitas di Indonesia; antara Peluang dan Tantangan".

Oleh karena itu, Yon Machmudi PhD yang juga Kepala Program Studi Pascasarjana Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan politik identitas harus dikelola dengan baik, sehingga tidak menghambat laju pertumbuhan demokrasi di Indonesia.

Namun, dia menyayangkan politik identitas yang terjadi di Indonesia selama ini cenderung melampaui batas dan digunakan sebagai alat kepentingan politik praktis sehingga terlepas nilai-nilai demokratis.

Padahal, menurut Yon, sejak lahir manusia telah memiliki identitas. Identitas itu kemudian terus berkembang dan berkumpul menjadi satu, kemudian membentuk identitas baru yang lebih kuat dan besar.

"Identitas adalah penanda keragaman, sehingga identitas yang beragam tersebut harus dikelola, bukan sebaliknya dimonopoli oleh pihak tertentu," kata Yon dalam diskusi yang dihadiri para mahasiswa Indonesia di Kanada itu.

Yon kembali mengingatkan bahwa politik identitas harus digunakan dalam ruang dan konteks yang tepat dan positif.

“Sudah saatnya perpolitikan di Indonesia diarahkan pada tujuan-tujuan demokratis yang sesungguhnya, bukan sebaliknya memanipulasi demokrasi demi meraup keuntungan politik golongan," kata Yon yang juga Direktur Eksekutif Inisiasi Moderasi Indonesia.

Karena itu, katanya, dalam menjaga ruang kondusif politik di Indonesia dibutuhkan upaya moderasi politik.

Politik yang dominatif dan hegemonik, lanjut dia, merupakan potret politik yang tidak baik dan tidak sehat. Kontestasi politik harus senantiasa dinamis dan berimbang sehingga lahirlah suatu keteraturan politik.

Sementara itu, ujar Yon, untuk menciptakan keteraturan politik dibutuhkan suatu pengetahuan atau literasi politik yang cukup bagi masyarakat Indonesia.

"Wawasan berpolitik (melek politik) menjadi kunci dalam dinamika perpolitikan di Indonesia, sehingga masyarakat tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan suaranya demi mendukung kelompok tertentu," katanya.

Sedangkan Ketua Permika Nasional, Livia Jonnatan, mengatakan bahwa kegiatan diskusi yang dilakukan secara hybrid (daring dan luring) ini sangat penting dalam meningkatkan wawasan politik bagi mahasiswa Indonesia, khususnya yang sedang menempuh pendidikan di Kanada.

"Diskusi ini juga dapat menjadi jembatan pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa yang tidak menekuni bidang politik. Diskusi ini dapat meningkatkan literasi politik bagi kaum muda, khususnya menjelang Pemilu 2024," katanya.

Pewarta: Arief Mujayatno
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2022