Jakarta (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri (Deplu) telah memberikan bantuan akses konsuler bagi tiga Warga Negara Indonesia (WNI) yang ditahan otoritas hukum Amerika Serikat (AS), karena diduga terkait dengan bisnis senjata ilegal. "Dalam pertemuan dengan konsul KJRI Los Angeles mereka meminta bantuan akses konsuler dalam bentuk kontak dengan keluarga dan keperluan pribadi," kata Juru Bicara Deplu, Desra Percaya, kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu. Menurut Desra, Konsul Jenderal (Konjen) Republik Indonesia (KJRI) Los Angeles telah memperoleh akses kekonsuleran dan bertemu dengan tiga WNI itu, AM, HDD dan IFS pada "hearing" (pemeriksaan) di "Honululu Federal Court" yang diselenggarakan 13 April 2006. Setelah sidang tersebut, pemeriksaan terhadap tiga WNI itu akan dilakukan secara lebih mendalam di Detroit mulai pekan depan. Ketiga WNI tersebut sampai saat ini masih ditahan di Honolulu dan tidak bisa dibebaskan sementara dengan jaminan. Menurut pihak Konjen KJRI Los Angeles yang mengikuti persidangan di Honolulu, hak-hak para WNI tersebut sudah dipenuhi. "Mereka didampingi oleh pengacara dan ada penerjemah," kata Konsul Penerangan KJRI Los Angeles, Bambang Sutanto. Sidang pertama atas HDD hanya berlangsung sekitar 30 menit. Dari penjelasan umum tersangka, terkesan bahwa ada prosedur yang belum mereka pahami dalam hal pembelian dan pengiriman senjata. Tiga WNI itu ditangkap dengan tuduhan, antara lain melanggar peraturan kontrol ekspor senjata dari AS. Dalam sidang 13 April lalu belum ada keterangan lebih lanjut, termasuk mengenai keterkaitan mereka dengan institusi pemerintah di Indonesia. "Keterangan mereka mungkin akan dicocokkan dengan keterangan dari pihak rekanan mereka di Detroit," kata Bambang. TNI Angkatan Udara sebelumnya juga telah menegaskan bahwa sementara ini tidak ada pemesanan senjata dari AS, termasuk melalui orang-orang yang tertangkap di Hawaii tersebut. Sementara itu, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menyatakan, hingga kini pihaknya belum melakukan pemesanan senjata baru dari AS, seperti pistol, senapan mesin dan peluru kendali. Ia mengemukakan, salah seorang WNI yang tertangkap, adalah rekanan TNI Angkatan Udara untuk mengecek kondisi radar pesawat F-5 Tiger yang sejak lama tertahan di AS akibat embargo yang diberlakukan negara adidaya tersebut. "Kontrak tentang verifikasi atau pengecekan terhadap radar F-5 itu resmi dan sudah selesai dilaksanakan. Setelah selesai melakukan pengecekan, yang bersangkutan singgah dulu di Hawaii sebelum bertolak ke Indonesia," tutur Djoko ketika dihubungi ANTARA, Jumat malam (14/4). Tetapi yang jelas, tambah Panglima TNI, sejumlah senjata seperti senapan mesin, pistol dan peluru kendali bukan pesanan TNI. "Yang itu bukan pesanan kita," ujarnya menegaskan. Dari Detroit dilaporkan, pihak otoritas Federal setempat menahan empat orang termasuk dua WNI pada 9 April 2006 dengan tuduhan pembelian senjata secara ilegal yang terdiri atas ratusan pistol, senapan mesin, peluru kendali, dan radar. Dalam laporan persidangan tersebut, tidak disebutkan alasan dan bagi kepentingan siapa pembelian senjata itu dilakukan. "Tetapi, yang jelas, peristiwa ini memberikan dampak serius bagi keamanan nasional AS," kata U.S. Attorney Stephen Murphy III of Detroit, seperti yang dilansir kantor berita Associated Press (AP). Akibat tindak kejahatan yang dilakukan, masing-masing akan dikenai sanksi lima tahun penjara dan denda 250 ribu dollar AS. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006