Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menegaskan bahwa Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu tidak menganulir kewenangan penyelidikan lembaga itu.

"Kewenangan Komnas HAM sebagai penyelidik dalam rangka penegakan hukum sebagaimana yang dimaksud dalam pelanggaran HAM berat tidak berkurang dengan adanya Keppres ini," kata Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Ia menilai Keppres tersebut sebagai bentuk upaya perjalanan panjang negara untuk menunjukkan tanggung jawab, dan komitmen pemerintah dalam menuntaskan peristiwa pelanggaran HAM yang berat.

"Sampai hari ini, secara formal belum ada pernyataan dari pemerintah bahwa peristiwa ini terjadi dan siapa yang bertanggung jawab," ucap Amir.

Baca juga: Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM berat rapat perdana di Surabaya

Baca juga: KSP berharap sidang pelanggaran HAM Paniai berjalan aman dan objektif


Salah satu upaya nyata dan dukungan dari Komnas HAM dalam pemenuhan hak korban pelanggaran HAM berat ialah dengan mengeluarkan Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM (SKKPHAM).

Selama rentang waktu 2012 hingga 2022 terdapat 6.189 SKKPHAM. Surat keterangan tersebut berguna untuk pengakuan keberadaan korban serta memberikan akses untuk bantuan psikososial, dan medis dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Amir berharap data SKKPHAM menjadi modal awal Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu dalam upaya pemenuhan hak-hak korban.

"Data Komnas HAM ini bisa menjadi langkah awal. Selanjutnya, korban bisa langsung datang ke tim untuk menyampaikan permohonan," ujar dia.

Sehingga, sambung dia, jumlahnya memiliki daya ungkit untuk keadilan bagi para korban. Hal ini juga menunjukkan negara memberikan perhatian kepada korban.

Sampai saat ini, Komnas HAM telah menyelesaikan penyelidikan belasan peristiwa pelanggaran HAM yang berat. Tiga kasus di antaranya yaitu Timor-Timur, Tanjung Priok, dan Abepura yang telah memiliki putusan pengadilan ad hoc.

Namun, sayangnya, tidak ada penetapan pelaku pelanggaran HAM berat atas ketiga peristiwa tersebut. Terbaru, kasus Paniai 2014 yang sedang dalam proses persidangan dan sisanya belum membuahkan hasil.

Terbitnya Keppres Nomor 17 Tahun 2022 tentang pembentukan Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu merupakan bentuk komitmen pemerintah penyelesaian pelanggaran HAM berat, salah satunya melalui mekanisme non-yudisial.

Kendati demikian, Komnas HAM berpandangan lahirnya Keppres tersebut tidak menghilangkan fungsi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2022