Singapura (ANTARA) - Harga minyak hampir datar di awal perdagangan Asia pada Jumat, karena pelaku pasar mempertimbangkan kekhawatiran tentang inflasi yang tinggi dengan optimisme bahwa China dapat melihat permintaan energi naik seiring dengan potensi pelonggaran karantina Covid-19 di China

Minyak mentah berjangka Brent kehilangan lima sen, menjadi diperdagangkan pada 92,33 dolar AS per barel pada pukul 00.02 GMT. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menguat tujuh sen menjadi diperdagangkan pada 84,58 dolar AS per barel.

Brent berada di jalur untuk kenaikan mingguan 0,7 persen, sementara WTI diperkirakan merosot 1,3 persen.

Untuk melawan inflasi, Federal Reserve AS berusaha memperlambat ekonomi dan akan terus menaikkan target suku bunga jangka pendeknya, kata Presiden Federal Reserve Bank of Philadelphia Patrick Harker, Kamis (20/10/2022).

Baca juga: Minyak bervariasi, kekhawatiran inflasi berpotensi pangkas permintaan

Sementara itu, Beijing sedang mempertimbangkan untuk memotong periode karantina bagi pendatang menjadi tujuh hari dari 10 hari, Bloomberg melaporkan pada Kamis (20/10/2022), mengutip orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

China, importir minyak mentah terbesar di dunia, selama ini menerapkan pembatasan ketat COVID-19 tahun ini, yang sangat membebani aktivitas bisnis dan ekonomi, sehingga menurunkan permintaan bahan bakar.

Larangan Uni Eropa yang membayangi terhadap minyak mentah dan produk minyak Rusia, serta pengurangan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, telah mendukung harga baru-baru ini.

OPEC+ menyepakati pengurangan produksi 2 juta barel per hari pada awal Oktober.

Baca juga: Harga minyak naik, ditopang China mungkin perlonggar karantina COVID

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
COPYRIGHT © ANTARA 2022