Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia Prof. Maswadi Rauf mengatakan pelaksanaan demonstrasi yang bersifat kekerasan atau mengganggu kepentingan umum bukan merupakan bagian dari demokrasi.

"Demo yang bersifat kekerasan atau mengganggu kepentingan umum, seperti terjadi kemacetan lalu lintas bukanlah bagian dari demokrasi. Demo bagus, tapi kalau demo dengan kekerasan, merusak pagar DPR, gedung, membakar ban di jalan, membikin macet jalanan, itu bukanlah demo yang sesuai dengan tuntutan demokrasi," ujar Maswadi di Jakarta, Jumat.

Hal tersebut dia sampaikan saat menjadi narasumber dalam kuliah umum bertajuk "Pembangunan Politik di Era Reformasi Menjelang Pemilu Serentak 2024", sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube ILMU POLITIK FISIP UNPAD di Jakarta.

Maswadi menyampaikan demonstrasi yang merupakan bagian dari demokrasi adalah demonstrasi yang dilakukan secara damai. Demonstrasi secara damai itu merupakan salah satu tuntutan jika suatu bangsa menginginkan pelaksanaan demokrasi yang senantiasa berkembang dengan baik.

Sejauh ini, Maswadi menilai demonstrasi di Indonesia cenderung masih kerap dilakukan dengan kekerasan dan mengganggu kepentingan umum. Bahkan, kesadaran masyarakat Indonesia mengenai demonstrasi yang harus dilakukan secara damai dan tidak mengganggu kepentingan umum belum berkembang dengan baik.

Sebaliknya, katanya, sebagian besar masyarakat di Tanah Air ini menganggap demonstrasi identik dengan kemacetan lalu lintas dan kerusakan fasilitas umum.

"Demo dianggap identik dengan kemacetan lalu lintas dan kerusakan fasilitas umum sehingga banyak yang berpikiran, ‘wah demo lagi, demo lagi’," ucap Maswadi.

Dengan demikian, ia mengimbau kepada seluruh pihak yang hendak berdemonstrasi agar melakukan kegiatan itu secara damai sehingga penyampaian aspirasi yang dilakukan menjadi demokratis.

"Demo itu adalah penyampaian aspirasi, sampaikanlah dengan damai, itu tuntutan demokrasi. Ini kita belum (melakukan demonstrasi dengan damai), kita belum lolos dari ujian itu," imbuh Maswadi.

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Didik Kusbiantoro
COPYRIGHT © ANTARA 2022